— Mantan pejabat Komisi Informasi Provinsi (KIP) Jateng berinisial SH dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri (PN) Demak dengan empat bulan penjara atas kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Tuntutan JPU tersebut disayangkan Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA) Jawa Tengah (Jateng). Apalagi, SH juga dikenal sebagai pegiat hak asasi manusia di Semarang.
Koordinator Tim Advokasi JPPA, Nia Lishayati, dalam keterangan tertulisnya, menilai perbuatan KDRT yang dilakukan SH layak dijatuhi hukuman yang lebih berat dari tuntutan jaksa.
“KDRT dilakukan SH sudah sejak 2010 hingga Maret 2021. Praktis, hampir 10 tahun pelaku yang notabene pegiat HAM dan mantan pejabat publik belum mendapatkan hukuman atas kekerasan yang dilakukannya,” ujar Nia seperti dikutip
, Senin (6/12/2021).
Nia menambahkan kasus KDRT yang dilakukan SH itu dilaporkan sejak April 2021. Hingga saat ini proses hukum sudah sampai di persidangan. Informasi terbaru, pada sidang tanggal 29 November 2021, penuntut telah membacakan tuntutan terhadap terdakwa. Namun, JPPA sangat menyayangkan tuntutan terhadap terdakwa hanya 4 bulan.
Tuntutan JPU ini pun dianggap sangat mencederai rasa keadilan perempuan korban KDRT. Tuntutan tersebut tidak sebanding dengan penderitaan korban yang harus menanggung luka pada hidung dan tidak mungkin kembali normal.“Korban harus melakukan pengobatan rutin karena tulang rawan pada hidung bengkok. Jika tidak disembuhkan akan berakibat buruk pada kesehatan korban. Korban juga mengaku sering merasa pusing, belum lagi derita psiksi yang dialami korban,” imbuh Nia.
Berdasarkan hal itu, JPPA pun menilai seharusnya terdakwa dituntut dengan Pasal 44 ayat 1 UU No. 23/2004 tentang Penghapusan KDRT, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 15 juta.“Untuk itu, JPPA Jateng menuntut dan mendesak majelis hakim PN Demak untuk membuat keputusan sesuai Pasal 44 ayat 1, yakni memutuskan maksimal terdakwa setidaknya dipenjara 2 tahun. Selain itu, terdakwa harus mendapat pidana tamaban berupa konseling,” tegasnya. Penulis: SupriyadiEditor: SupriyadiSumber:
[caption id="attachment_97615" align="alignleft" width="620"]

Ilustrasi: KDRT (MURIANEWS)[/caption]
MURIANEWS, Demak — Mantan pejabat Komisi Informasi Provinsi (KIP) Jateng berinisial SH dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri (PN) Demak dengan empat bulan penjara atas kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Tuntutan JPU tersebut disayangkan Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA) Jawa Tengah (Jateng). Apalagi, SH juga dikenal sebagai pegiat hak asasi manusia di Semarang.
Baca: Anggota KIP Jateng Diduga Lakukan KDRT, Pernah Dilaporkan Atas Kasus yang Sama 2016 Lalu
Koordinator Tim Advokasi JPPA, Nia Lishayati, dalam keterangan tertulisnya, menilai perbuatan KDRT yang dilakukan SH layak dijatuhi hukuman yang lebih berat dari tuntutan jaksa.
“KDRT dilakukan SH sudah sejak 2010 hingga Maret 2021. Praktis, hampir 10 tahun pelaku yang notabene pegiat HAM dan mantan pejabat publik belum mendapatkan hukuman atas kekerasan yang dilakukannya,” ujar Nia seperti dikutip
Solopos.com, Senin (6/12/2021).
Nia menambahkan kasus KDRT yang dilakukan SH itu dilaporkan sejak April 2021. Hingga saat ini proses hukum sudah sampai di persidangan. Informasi terbaru, pada sidang tanggal 29 November 2021, penuntut telah membacakan tuntutan terhadap terdakwa. Namun, JPPA sangat menyayangkan tuntutan terhadap terdakwa hanya 4 bulan.
Baca: KDRT Istri Marahi Suami Pemabuk Diambil Alih Kejagung
Tuntutan JPU ini pun dianggap sangat mencederai rasa keadilan perempuan korban KDRT. Tuntutan tersebut tidak sebanding dengan penderitaan korban yang harus menanggung luka pada hidung dan tidak mungkin kembali normal.
“Korban harus melakukan pengobatan rutin karena tulang rawan pada hidung bengkok. Jika tidak disembuhkan akan berakibat buruk pada kesehatan korban. Korban juga mengaku sering merasa pusing, belum lagi derita psiksi yang dialami korban,” imbuh Nia.
Baca: 6 Bulan, Judi dan KDRT Dominasi Tindak Pidana di Kudus
Berdasarkan hal itu, JPPA pun menilai seharusnya terdakwa dituntut dengan Pasal 44 ayat 1 UU No. 23/2004 tentang Penghapusan KDRT, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 15 juta.
“Untuk itu, JPPA Jateng menuntut dan mendesak majelis hakim PN Demak untuk membuat keputusan sesuai Pasal 44 ayat 1, yakni memutuskan maksimal terdakwa setidaknya dipenjara 2 tahun. Selain itu, terdakwa harus mendapat pidana tamaban berupa konseling,” tegasnya.
Penulis: Supriyadi
Editor: Supriyadi
Sumber:
Solopos.com