Dijual Via Online, Penjualan Obat Keras Lintas Provinsi Dibongkar Polda DIY
Murianews
Selasa, 20 Desember 2022 16:35:54
Wadiresnarkoba Polda DIY, AKBP Bakti Andriyono mengatakan, dalam kasus ini, Polda DIY menyita ratusan ribu obat keras. Tak hanya itu, petugas juga mengamankan lima orang berinisial MN (27), IA (24), MH (19), MY (18), dan MK (27) yang kini ditetapkan sebagai tersangka.
”Kasus ini merupakan yang terbesar untuk tahun 2022. Dan merupakan tindak kejahatan yang terorganisir dari pengedar sampai pengecer kemudian lintas provinsi Yogyakarta-Jakarta,” katanya seperti dikutip
Detik.com, Selasa (20/12/2022).
Baca: Penyelundupan Sabu dan Obat Keras ke LP Kedungpane Kembali Digagalkan PetugasBakti menyebut dalam kasus ini Polda DIY menyita obat keras berupa trihexyphenidyl, tramadol, dan DMP Nova. Total terdapat 173.766 butir yang terdiri dari 94.766 trihexyphenidyl, 4.000 butir tramadol, dan 75.000 DMP Nova atau dextromethorpan.
”Penangkapan para tersangka ini bermula saat polisi mendapat informasi adanya pengiriman obat keras dengan tujuan ke Gayamharjo, Prambanan,” ungkapnya.
Dari hasil penelusuran polisi kemudian ditangkap tersangka MN pada 24 November lalu. Polisi kemudian melakukan pengembangan dan kemudian ditangkap tersangka lain berinisial IA di hari yang sama.
”Dario tersangka IA itu kita sita sebanyak 750 trihex di rumahnya, alamat sama, masih satu kampung. (MN dan IA) Masih ada hubungan saudara ini jadi masih satu rumah,” bebernya.
Dari kedua tersangka, polisi kemudian mengembangkan kasus dan di hari yang sama menangkap tersangka inisial MH. Tak berselang lama, tersangka selanjutnya yakni MY kemudian diciduk polisi.
Baca: Pengedar Obat Keras Ilegal Diringkus di Pekalongan
”Jadi ini dalam 1 hari kita tangkap empat orang ini ya kita gerak cepat kemudian setelah itu kita kita kembangkan dari kita pemeriksaan diperoleh informasi bahwa obat keras tersebut berasal dari Jakarta makanya kita bergerak di Jakarta,” urainya.Tersangka selanjutnya yakni MK ditangkap pada 5 Desember lalu saat berada di salah satu kantor ekspedisi di daerah Pondok Kopi, Jakarta Timur. Saat ditangkap, polisi menemukan ada 10 botol obat keras siap kirim. Dari situ, polisi juga menemukan obat keras lain di kediaman tersangka MK.Adapun untuk modus dan peran lima tersangka itu yakni MN, IA, dan MH menjual obat keras secara
online maupun konvensional. Tersangka MY membeli psikotropika, dan MK yang melakukan packing dan mengirim obat terlarang itu melalui jasa ekspedisi.Bakti melanjutkan, selain lima tersangka yang ditangkap masih ada dua orang lagi yang buron. Polisi pun telah menerbitkan DPO untuk pelaku inisial I dan R.”Kemudian sebenarnya kita dapatkan informasi inisial I dan R masih DPO ya ini sebagai pengelola akun dan penerima pesanan di e-commerce,” jelasnya.Dalam kasus ini polisi menerapkan Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 Pasal 196 dengan ancaman hukuman 10 tahun. Ditambah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika dengan ancaman 5 tahun. Penulis: SupriyadiEditor: SupriyadiSumber: Detik.com
Murianews, Sleman – Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda DIY membongkar penjualan obat keras yang dijual via online melalui e-commerce. Dari pembongkaran tersebut lima orang ditetapkan jadi tersangka.
Wadiresnarkoba Polda DIY, AKBP Bakti Andriyono mengatakan, dalam kasus ini, Polda DIY menyita ratusan ribu obat keras. Tak hanya itu, petugas juga mengamankan lima orang berinisial MN (27), IA (24), MH (19), MY (18), dan MK (27) yang kini ditetapkan sebagai tersangka.
”Kasus ini merupakan yang terbesar untuk tahun 2022. Dan merupakan tindak kejahatan yang terorganisir dari pengedar sampai pengecer kemudian lintas provinsi Yogyakarta-Jakarta,” katanya seperti dikutip
Detik.com, Selasa (20/12/2022).
Baca: Penyelundupan Sabu dan Obat Keras ke LP Kedungpane Kembali Digagalkan Petugas
Bakti menyebut dalam kasus ini Polda DIY menyita obat keras berupa trihexyphenidyl, tramadol, dan DMP Nova. Total terdapat 173.766 butir yang terdiri dari 94.766 trihexyphenidyl, 4.000 butir tramadol, dan 75.000 DMP Nova atau dextromethorpan.
”Penangkapan para tersangka ini bermula saat polisi mendapat informasi adanya pengiriman obat keras dengan tujuan ke Gayamharjo, Prambanan,” ungkapnya.
Dari hasil penelusuran polisi kemudian ditangkap tersangka MN pada 24 November lalu. Polisi kemudian melakukan pengembangan dan kemudian ditangkap tersangka lain berinisial IA di hari yang sama.
”Dario tersangka IA itu kita sita sebanyak 750 trihex di rumahnya, alamat sama, masih satu kampung. (MN dan IA) Masih ada hubungan saudara ini jadi masih satu rumah,” bebernya.
Dari kedua tersangka, polisi kemudian mengembangkan kasus dan di hari yang sama menangkap tersangka inisial MH. Tak berselang lama, tersangka selanjutnya yakni MY kemudian diciduk polisi.
Baca: Pengedar Obat Keras Ilegal Diringkus di Pekalongan
”Jadi ini dalam 1 hari kita tangkap empat orang ini ya kita gerak cepat kemudian setelah itu kita kita kembangkan dari kita pemeriksaan diperoleh informasi bahwa obat keras tersebut berasal dari Jakarta makanya kita bergerak di Jakarta,” urainya.
Tersangka selanjutnya yakni MK ditangkap pada 5 Desember lalu saat berada di salah satu kantor ekspedisi di daerah Pondok Kopi, Jakarta Timur. Saat ditangkap, polisi menemukan ada 10 botol obat keras siap kirim. Dari situ, polisi juga menemukan obat keras lain di kediaman tersangka MK.
Adapun untuk modus dan peran lima tersangka itu yakni MN, IA, dan MH menjual obat keras secara
online maupun konvensional. Tersangka MY membeli psikotropika, dan MK yang melakukan packing dan mengirim obat terlarang itu melalui jasa ekspedisi.
Bakti melanjutkan, selain lima tersangka yang ditangkap masih ada dua orang lagi yang buron. Polisi pun telah menerbitkan DPO untuk pelaku inisial I dan R.
”Kemudian sebenarnya kita dapatkan informasi inisial I dan R masih DPO ya ini sebagai pengelola akun dan penerima pesanan di e-commerce,” jelasnya.
Dalam kasus ini polisi menerapkan Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 Pasal 196 dengan ancaman hukuman 10 tahun. Ditambah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika dengan ancaman 5 tahun.
Penulis: Supriyadi
Editor: Supriyadi
Sumber: Detik.com