Nah, selama 2022 kemarin, beberapa isu lingkungan muncul di Jateng. Salah satu isu tersebut bahkan membuat ketegangan di masyarakat saat pemerintah berusaha melakukan pembebasan tanah dengan menggandeng kepolisian.
Ya, kasus itu adalah kasus isu wadas terkait dengan pembangunan embung yang dinilai sebagian masyarakat bisa merusak ekosistem dan lingkungan hutan Purworejo.
Selain itu ada pula isu-isu lingkungan lain yang membuat gempar warga. Apa saja itu? Berikut rangkuman isu-isu lingkungan selama 2022.
1. Isu Lingkungan di Wadas[caption id="attachment_271779" align="alignleft" width="880"]

Sejumlah mahasiswa dari beberapa universitas di Kabupaten Banyumas berunjukrasa di di Alun-alun Purwokerto, Banyumas, Jateng, Jumat (11/2/2022). (Antara/Idhad Zakaria)[/caption]
Kasus Wadas sebenarnya berawal dari sengketa tanah yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, untuk pembangunan Bendungan Bener.
Sebagian warga pun melakukan penolakan atas kasus tersebut. Alasannya, mereka menilai wadas yang menjadi penompang dan penyuplai bahan baku batu andesit untuk pembangunan Bendungan Bener menilai akan terjadi kerusakan ekosistem dan lingkungan.
Akhirnya, warga yang menolak pembangunan mengajukan gugatan atas Keputusan Gubernur Jateng ke PTUN Semarang. Namun pada 13 Agustus 2021, gugatan tersebut ditolak.
Warga Wadas pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung hingga keluar putusan pada tanggal 29 November 2021 yang menyatakan kasasi juga ditolak.
Baca: 233 Warga Wadas Purworejo Terima Pembayaran Ganti Rugi, Totalnya Tembus Rp 335 MiliarMeski begitu, proses pembangunan terus berlanjut. Bahkan berdasarkan penuturan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo proses pembebasan tanah per November 2021 telah mencapai 57,17 persen atau setara dengan Rp 698 Miliar. Sedangkan, terdapat 1167 bidang tanah yang sedang dalam proses pengajuan pembayaran.
”Jika ini terbayar maka proses pembayarannya jadi 72,3 persen dan terdapat sisanya 27,7 persen yang belum mendapat pembayaran atau penggantian," ujar Ganjar kala itu.
Menurutnya, 27 persen warga yang belum mendapat pembayaran karena berbagai kendala mulai administrasi hingga proses gugatan perdata. Namun, sebanyak 21 persen di antaranya adalah penolakan pengukuran lahan di Desa Wadas.
Ganjar pun menyebut sudah mengundang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Polda Jateng, Kepala Desa Wadas, Bupati Purworejo, serta pakar lingkungan untuk melakukan diskusi sebelum putusan kasasi keluar atau pada 16 November 2021.
Selang 20 hari kemudian, Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi untuk Gubernur Jateng, Bupati Purworejo, BBWSO Serayu Opak, dan instansi terkait lainnya.
Isinya untuk membangun ruang dialog dengan warga untuk penyelesaian konflik dan kemudian Gubernur dapat meminta Komnas HAM memfasilitasi dialog.
[caption id="attachment_270937" align="alignleft" width="880"]

TNI-Polisi kawal pengukuran lahan proyek Bendungan Bener di Desa Wadas, Purworejo (Foto: Rinto Heksantoro/detikcom)[/caption]
Setelahnya, pada 20 Januari 2022, Komnas HAM mengadakan dialog dengan mengundang warga yang setuju maupun menolak pembebasan lahan. Termasuk diundang pula berbagai instansi yang berkaitan seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kala itu, pertemuan hanya dihadiri warga yang pro pembangunan dan mereka meminta segera dilakukan pengukuran lahan. Oleh sebab itu, ia mengaku pengukuran dan identifikasi lahan dilakukan selama dua hari dari 8-10 Februari dengan menghadirkan 10 tim dari BPN, 4 orang dari Dinas Pertanian, 2-3 orang tim appraisal, dan masing-masing saksi 3 orang.
Meski begitu, mereka yang menolak masih kekeh. Akhirnya, Selasa (8/1/2022) kemarin, ribuan aparat kepolisian dengan senjata lengkap dikerahkan menyerbu Desa Wadas. Mereka mencopot banner penolakan Bendungan Bener dan mengejar beberapa warga sampai ke hutan.
Penduduk Desa Wadas mengatakan jumlah warga yang ditangkap aparat kepolisian sampai saat ini sekitar 64 orang. Beberapa di antaranya merupakan anak-anak dan orang lanjut usia.
Pelbagai elemen masyarakat sipil, seperti PBNU, Muhammadiyah hingga KontraS mengkritik keras langkah yang diambil kepolisian tersebut.
Ganjar sendiri turun langsung dan sudah minta maaf kepada warga Wadas yang menurutnya mungkin tidak nyaman. Ganjar akhirnya turun langsung silih berganti dengan Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen untuk berdialog.
Akhirnya ia mendapat titik temu dari dialog tersebut. Meski begitu ia mengakui masih ada penolakan dan selalu dikomunikasikan dengan dialog. Saat ini proses pembebasan lahan masih berjalan dan hampir 100 persen.
2. Pencemaran Ciu di Sungai Bengawan Solo[caption id="attachment_239204" align="alignleft" width="1280"]

Kondisi air di Bengawan Solo di Blora yang hitam pekat. (MURIANEWS/Istimewa)[/caption]Air Sungai Bengawan Solo mengalami pencemaran di awal 2022. Tidak hanya dari limbah keluarga, pencemaran juga berasal dari limbah batik dan perusahaan alkohol atau ciu.Akibat pencemaran tersebut, Perusahaan Daerah (Perumda) Air Minum Toya Wening (PDAM) menghentikan operasional Instalasi Pengolahan Air (IPA) Semanggi.Kala itu, Wakil Wali Kota Solo Teguh Prakosa berharap Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ikut membantu persoalan penyediaan air bersih di daerah, khususnya di Kota Solo. Menurutnya, banyak persoalan yang tidak mungkin bisa diselesaikan oleh daerah tanpa koordinasi dengan daerah lain.Masalah pencemaran Sungai Bengawan Solo yang saat ini terjadi, dikatakannya, merupakan contoh nyata atas persoalan tersebut. Ia tak mengelak jika air Bengawan Solo tercemar akibat limbah industri ciu yang ada di luar Kota Solo.Teguh menilai, pencemaran Sungai Bengawan Solo banyak terjadi di daerah hulu yang berada di kabupaten sekitar. Sehingga pihaknya tidak bisa memberikan tindakan ke perusahaan yang membuang limbahnya ke sungai terpanjang di Pulau Jawa itu.Kondisi Bengawan solo tercemar yang limbah ciu di kawasan hulu, berdampak pada habitat yang hidup di dalamnya. Ribuan ikan di aliran Bengawan Solo di kawasan Blora, Jateng, diketahui mabuk karena keracunan.Selain berimbas pada PDAM Kota Solo, pencemaran air Bengawan Solo juga terjadi di daerah Cepu, Blora. Kala itu air sungai bengawan solo berwarna menjadi hitam keruh.
Baca: Bengawan Solo Tercemar Limbah Ciu, Ganjar MarahAkibatnya ikan di sana menjadi mabuk. Fenomena ikan mabuk atau teler ini oleh warga setempat disebut pladu.Kondisi ikan mabuk tersebut dimanfaatkan warga. Warga dengan mudah menangkap ikan yang sedang teler tersebut.Bupati Blora, Arief Rohman sempat turun ke lokasi meninjau kondisi air sungai yang masih berwarna hitam di daerah Ngloram. Ia mengatakan telah melaporkan kasus tersebut ke Mabes Polri.Ia mengatakan Bareskrim Polri telah memerintahkan Polda Jateng untuk mengindentifikasi penyebab tercemarnya air Bengawan Solo. Dari identifikasi itu diketahui, penyebab pencemaran adalah beberapa limbah dari perusahaan ciu.Sementara itu dari hasil penyelidikan Polda jatengm ada dua desa yang aktif memproduksi alkohol ciu yang berasal dari proses fermentasi dan destilasi tetes tebu. Dua desa yang dimaksud adalah desa Mojolaban dan Desa Polokarto yang ada di Kabupaten Sukoharjo.Kabid Humas Polda Jateng Kombes M Iqbal Alqudusy mengatakan hasil penyelidikan diketahui jika indsustri ciu di Desa Polokarto belum memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Masyarakat sekitar biasa menyebut limbah tersebut dengan istilah badeg.Sedangkan, industri ciu di Desa Mojolaban telah memiliki IPAL yang dapat menampung 90.000 limbah dan hasil dari pengolahan IPAL tersebut dapat digunakan sebagai pupuk cair.Terkait kasus pembungan limbah ciu di Bengawan Solo, polisi akhirnya menetapkan dua tersangka yakni H (36) dan J (40), warga Polokarto, Sukoharjo. Mereka berdua adalah penyedia jasa untuk pengolahan limbah. Mereka ditangkap pada Jumat (10/9/2021) pukul 15.00 WIB.Kapolres Sukoharjo AKBP Wahyu Nugroho S mengatakan penyedia jasa itu tidak mengolah limbah dengan baik di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Mereka justru membuang limbah ke Sungai Samin anak Sungai Bengawan Solo.Ia mengatakan penangkapan dilakukan saat petugas menemukan H dan J sedang membuang limbah menggunakan dua unit mobil pikap di salah satu pekarangan warha Polokarto.Pembuangan limbah ciu dilakukan dengan cara kedua tersangka menyedot limbah dari tempat produksi menggunakan alat berupa diesel. Kemudian disalurkan lewat selang berdiameter dua dim untuk dimasukan ke dalam tandon penyimpanan limbah kapasitas 1.000 liter yang sudah disiapkan di atas mobil pikap. Penulis: SupriyadiEditor: SupriyadiBerbagai Sumber
Murianews, Semarang – Isu lingkungan selalu menjadi topik hangat di kalangan masyarakat. Apalagi, kalau isu tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran.
Nah, selama 2022 kemarin, beberapa isu lingkungan muncul di Jateng. Salah satu isu tersebut bahkan membuat ketegangan di masyarakat saat pemerintah berusaha melakukan pembebasan tanah dengan menggandeng kepolisian.
Ya, kasus itu adalah kasus isu wadas terkait dengan pembangunan embung yang dinilai sebagian masyarakat bisa merusak ekosistem dan lingkungan hutan Purworejo.
Selain itu ada pula isu-isu lingkungan lain yang membuat gempar warga. Apa saja itu? Berikut rangkuman isu-isu lingkungan selama 2022.
1. Isu Lingkungan di Wadas
[caption id="attachment_271779" align="alignleft" width="880"]

Sejumlah mahasiswa dari beberapa universitas di Kabupaten Banyumas berunjukrasa di di Alun-alun Purwokerto, Banyumas, Jateng, Jumat (11/2/2022). (Antara/Idhad Zakaria)[/caption]
Kasus Wadas sebenarnya berawal dari sengketa tanah yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, untuk pembangunan Bendungan Bener.
Sebagian warga pun melakukan penolakan atas kasus tersebut. Alasannya, mereka menilai wadas yang menjadi penompang dan penyuplai bahan baku batu andesit untuk pembangunan Bendungan Bener menilai akan terjadi kerusakan ekosistem dan lingkungan.
Akhirnya, warga yang menolak pembangunan mengajukan gugatan atas Keputusan Gubernur Jateng ke PTUN Semarang. Namun pada 13 Agustus 2021, gugatan tersebut ditolak.
Warga Wadas pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung hingga keluar putusan pada tanggal 29 November 2021 yang menyatakan kasasi juga ditolak.
Baca: 233 Warga Wadas Purworejo Terima Pembayaran Ganti Rugi, Totalnya Tembus Rp 335 Miliar
Meski begitu, proses pembangunan terus berlanjut. Bahkan berdasarkan penuturan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo proses pembebasan tanah per November 2021 telah mencapai 57,17 persen atau setara dengan Rp 698 Miliar. Sedangkan, terdapat 1167 bidang tanah yang sedang dalam proses pengajuan pembayaran.
”Jika ini terbayar maka proses pembayarannya jadi 72,3 persen dan terdapat sisanya 27,7 persen yang belum mendapat pembayaran atau penggantian," ujar Ganjar kala itu.
Menurutnya, 27 persen warga yang belum mendapat pembayaran karena berbagai kendala mulai administrasi hingga proses gugatan perdata. Namun, sebanyak 21 persen di antaranya adalah penolakan pengukuran lahan di Desa Wadas.
Ganjar pun menyebut sudah mengundang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Polda Jateng, Kepala Desa Wadas, Bupati Purworejo, serta pakar lingkungan untuk melakukan diskusi sebelum putusan kasasi keluar atau pada 16 November 2021.
Selang 20 hari kemudian, Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi untuk Gubernur Jateng, Bupati Purworejo, BBWSO Serayu Opak, dan instansi terkait lainnya.
Isinya untuk membangun ruang dialog dengan warga untuk penyelesaian konflik dan kemudian Gubernur dapat meminta Komnas HAM memfasilitasi dialog.
[caption id="attachment_270937" align="alignleft" width="880"]

TNI-Polisi kawal pengukuran lahan proyek Bendungan Bener di Desa Wadas, Purworejo (Foto: Rinto Heksantoro/detikcom)[/caption]
Setelahnya, pada 20 Januari 2022, Komnas HAM mengadakan dialog dengan mengundang warga yang setuju maupun menolak pembebasan lahan. Termasuk diundang pula berbagai instansi yang berkaitan seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kala itu, pertemuan hanya dihadiri warga yang pro pembangunan dan mereka meminta segera dilakukan pengukuran lahan. Oleh sebab itu, ia mengaku pengukuran dan identifikasi lahan dilakukan selama dua hari dari 8-10 Februari dengan menghadirkan 10 tim dari BPN, 4 orang dari Dinas Pertanian, 2-3 orang tim appraisal, dan masing-masing saksi 3 orang.
Meski begitu, mereka yang menolak masih kekeh. Akhirnya, Selasa (8/1/2022) kemarin, ribuan aparat kepolisian dengan senjata lengkap dikerahkan menyerbu Desa Wadas. Mereka mencopot banner penolakan Bendungan Bener dan mengejar beberapa warga sampai ke hutan.
Penduduk Desa Wadas mengatakan jumlah warga yang ditangkap aparat kepolisian sampai saat ini sekitar 64 orang. Beberapa di antaranya merupakan anak-anak dan orang lanjut usia.
Pelbagai elemen masyarakat sipil, seperti PBNU, Muhammadiyah hingga KontraS mengkritik keras langkah yang diambil kepolisian tersebut.
Ganjar sendiri turun langsung dan sudah minta maaf kepada warga Wadas yang menurutnya mungkin tidak nyaman. Ganjar akhirnya turun langsung silih berganti dengan Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen untuk berdialog.
Akhirnya ia mendapat titik temu dari dialog tersebut. Meski begitu ia mengakui masih ada penolakan dan selalu dikomunikasikan dengan dialog. Saat ini proses pembebasan lahan masih berjalan dan hampir 100 persen.
2. Pencemaran Ciu di Sungai Bengawan Solo
[caption id="attachment_239204" align="alignleft" width="1280"]

Kondisi air di Bengawan Solo di Blora yang hitam pekat. (MURIANEWS/Istimewa)[/caption]
Air Sungai Bengawan Solo mengalami pencemaran di awal 2022. Tidak hanya dari limbah keluarga, pencemaran juga berasal dari limbah batik dan perusahaan alkohol atau ciu.
Akibat pencemaran tersebut, Perusahaan Daerah (Perumda) Air Minum Toya Wening (PDAM) menghentikan operasional Instalasi Pengolahan Air (IPA) Semanggi.
Kala itu, Wakil Wali Kota Solo Teguh Prakosa berharap Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ikut membantu persoalan penyediaan air bersih di daerah, khususnya di Kota Solo. Menurutnya, banyak persoalan yang tidak mungkin bisa diselesaikan oleh daerah tanpa koordinasi dengan daerah lain.
Masalah pencemaran Sungai Bengawan Solo yang saat ini terjadi, dikatakannya, merupakan contoh nyata atas persoalan tersebut. Ia tak mengelak jika air Bengawan Solo tercemar akibat limbah industri ciu yang ada di luar Kota Solo.
Teguh menilai, pencemaran Sungai Bengawan Solo banyak terjadi di daerah hulu yang berada di kabupaten sekitar. Sehingga pihaknya tidak bisa memberikan tindakan ke perusahaan yang membuang limbahnya ke sungai terpanjang di Pulau Jawa itu.
Kondisi Bengawan solo tercemar yang limbah ciu di kawasan hulu, berdampak pada habitat yang hidup di dalamnya. Ribuan ikan di aliran Bengawan Solo di kawasan Blora, Jateng, diketahui mabuk karena keracunan.
Selain berimbas pada PDAM Kota Solo, pencemaran air Bengawan Solo juga terjadi di daerah Cepu, Blora. Kala itu air sungai bengawan solo berwarna menjadi hitam keruh.
Baca: Bengawan Solo Tercemar Limbah Ciu, Ganjar Marah
Akibatnya ikan di sana menjadi mabuk. Fenomena ikan mabuk atau teler ini oleh warga setempat disebut pladu.
Kondisi ikan mabuk tersebut dimanfaatkan warga. Warga dengan mudah menangkap ikan yang sedang teler tersebut.
Bupati Blora, Arief Rohman sempat turun ke lokasi meninjau kondisi air sungai yang masih berwarna hitam di daerah Ngloram. Ia mengatakan telah melaporkan kasus tersebut ke Mabes Polri.
Ia mengatakan Bareskrim Polri telah memerintahkan Polda Jateng untuk mengindentifikasi penyebab tercemarnya air Bengawan Solo. Dari identifikasi itu diketahui, penyebab pencemaran adalah beberapa limbah dari perusahaan ciu.
Sementara itu dari hasil penyelidikan Polda jatengm ada dua desa yang aktif memproduksi alkohol ciu yang berasal dari proses fermentasi dan destilasi tetes tebu. Dua desa yang dimaksud adalah desa Mojolaban dan Desa Polokarto yang ada di Kabupaten Sukoharjo.
Kabid Humas Polda Jateng Kombes M Iqbal Alqudusy mengatakan hasil penyelidikan diketahui jika indsustri ciu di Desa Polokarto belum memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Masyarakat sekitar biasa menyebut limbah tersebut dengan istilah badeg.
Sedangkan, industri ciu di Desa Mojolaban telah memiliki IPAL yang dapat menampung 90.000 limbah dan hasil dari pengolahan IPAL tersebut dapat digunakan sebagai pupuk cair.
Terkait kasus pembungan limbah ciu di Bengawan Solo, polisi akhirnya menetapkan dua tersangka yakni H (36) dan J (40), warga Polokarto, Sukoharjo. Mereka berdua adalah penyedia jasa untuk pengolahan limbah. Mereka ditangkap pada Jumat (10/9/2021) pukul 15.00 WIB.
Kapolres Sukoharjo AKBP Wahyu Nugroho S mengatakan penyedia jasa itu tidak mengolah limbah dengan baik di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Mereka justru membuang limbah ke Sungai Samin anak Sungai Bengawan Solo.
Ia mengatakan penangkapan dilakukan saat petugas menemukan H dan J sedang membuang limbah menggunakan dua unit mobil pikap di salah satu pekarangan warha Polokarto.
Pembuangan limbah ciu dilakukan dengan cara kedua tersangka menyedot limbah dari tempat produksi menggunakan alat berupa diesel. Kemudian disalurkan lewat selang berdiameter dua dim untuk dimasukan ke dalam tandon penyimpanan limbah kapasitas 1.000 liter yang sudah disiapkan di atas mobil pikap.
Penulis: Supriyadi
Editor: Supriyadi
Berbagai Sumber