Rabu, 19 November 2025

Puntadewa, kakak tertua Pandawa menyamar sebagai Lurah Pasar dengan nama Wija Kangko, Werkudara menyamar menjadi petugas penjagal hewan ternak dengan nama Jagal Abilowo.

Kemudian, Janaka menjadi waria yang mengajar karawitan dan tari di Keputrian Kerajaan Wiratha. Sedangkan Nakula menjadi penggembala dan pengurus kuda, namanya Kinten. Sadewa jadi penggembala hewan ternak unggas menggunakan nama Pangsen.

Sumanto mengatakan, lakon tersebut memiliki pesan bahwa manusia hidup di dunia tak lepas dari berbagai ujian. Sehingga mereka harus tabah agar bisa melewati dan lulus dari ujian tersebut.

”Setiap situasi apapun ada ujiannya, maka manusia harus tabah untuk bisa melewati ujian di dunia. Kita hidup penuh ujian dan tantangan yang harus kita selesaikan,” katanya.

Ia menambahkan, ada banyak nilai baik yang diajarkan oleh tokoh-tokoh pewayangan. Yaitu keberanian, keadilan, kesetiaan, kebijaksanaan, dan kehati-hatian, yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

”Kisah-kisah tersebut berasal dari kisah Mahabharata dan Ramayana. Menampilkan pertarungan antara kebaikan melawan kejahatan, serta mengajarkan pentingnya menjaga moralitas dan perilaku yang luhur,” ungkapnya.

Menurutnya Pagelaran Wayang Kulit tersebut merupakan bentuk sosialisasi media tradisional DPRD Jateng. Tujuannya untuk memberi pendidikan tentang budaya tradisional ke masyarakat. Terutama di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat.

”Saat ini kemajuan teknologi luar biasa. Banyak budaya luar masuk. Kita harus nguri-uri budaya agar bangsa ini punya jatidiri. Budaya tradisional ini yang membedakan kita dengan bangsa lain,” katanya.

Nguri-uri Wayang Kulit... 

Komentar

Jateng Terkini

Terpopuler