20 Warga Batang Terpapar Terorisme, 4 di Antaranya Meninggal saat Ditangkap
Murianews
Selasa, 21 Februari 2023 15:45:13
Pernyataan tersebut diungkapkan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Batang Agung Wisnu Barata, Senin (20/2/2023).
”Rinciannya, 16 orang masih ditahan sebagai narapidana teroris (napiter) dan empat lainnya meninggal saat upaya penangkapan,” kata Agung seperti dikutip
Solopos.com.
Ia menyebutkan, 20 orang itu sudah masuk kategori teroris sehingga bukan sekadar radikal. Hal itu dikuatkan dengan barang bukti dan paham radikal yang melekat kepada ke 20 teroris tersebut.
Baca: Abu Tholut, Mantan Napi Terorisme Asal Kudus Ajak Kelompok Radikal Tobat”Kalau radikalisme itu proses transformasi menuju paham yang ekstrem. Sedangkan terorisme adalah alat politik atau tindakan kekerasannya. Terorisme bersifat menghalalkan segala cara, misalnya bunuh diri dianggap jihad. Ini, 20 orang yang ditangkap sudah masuk terorisme,” tegasnya.
Pria asal Purbalingga itu mengakui sejumlah wilayah di Kabupaten Batang menjadi kantong penyebaran paham radikal atau antiPancasila. Total ada enam kecamatan yang menjadi kantong tersebut.
”Ada yang masuk lewat pengajian. Lalu, penyebaran radikalisme di kalangan pemuda juga melalui organisasi kepemudaan. Selain lewat media sosial tentunya,” tambahnya.
Sementara itu, Kasiintel Kejari Batang, Ridwan Gaos Natasukmana, mengataka radikal adalah setiap upaya membongkar sistem yang sudah mapan yang sudah ada dalam kehidupan bernegara dengan cara kekerasan.
Baca: Densus 88 Tangkap 3 Terduga Teroris di Jaksel, Tangsel dan JakutArti hukum radikalisme itu termuat dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.“”adi menurut hukum, radikalisme adalah suatu tindakan kekerasan untuk antiPancasila, antiNKRI, antikebhinnekaan dan intoleransi. Sehingga semua orang yang berbeda dengannya dianggap salah,” jelasnya. Penulis: SupriyadiEditor: SupriyadiSumber: Solopos.com
Murianews, Batang – Sebanyak 20 warga Kabupaten Batang, Jawa Tengah (Jateng) terpapar terorisme. Dari jumlah tersebut, empat di antaranya meninggal saat ditangkap Densus 88.
Pernyataan tersebut diungkapkan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Batang Agung Wisnu Barata, Senin (20/2/2023).
”Rinciannya, 16 orang masih ditahan sebagai narapidana teroris (napiter) dan empat lainnya meninggal saat upaya penangkapan,” kata Agung seperti dikutip
Solopos.com.
Ia menyebutkan, 20 orang itu sudah masuk kategori teroris sehingga bukan sekadar radikal. Hal itu dikuatkan dengan barang bukti dan paham radikal yang melekat kepada ke 20 teroris tersebut.
Baca: Abu Tholut, Mantan Napi Terorisme Asal Kudus Ajak Kelompok Radikal Tobat
”Kalau radikalisme itu proses transformasi menuju paham yang ekstrem. Sedangkan terorisme adalah alat politik atau tindakan kekerasannya. Terorisme bersifat menghalalkan segala cara, misalnya bunuh diri dianggap jihad. Ini, 20 orang yang ditangkap sudah masuk terorisme,” tegasnya.
Pria asal Purbalingga itu mengakui sejumlah wilayah di Kabupaten Batang menjadi kantong penyebaran paham radikal atau antiPancasila. Total ada enam kecamatan yang menjadi kantong tersebut.
”Ada yang masuk lewat pengajian. Lalu, penyebaran radikalisme di kalangan pemuda juga melalui organisasi kepemudaan. Selain lewat media sosial tentunya,” tambahnya.
Sementara itu, Kasiintel Kejari Batang, Ridwan Gaos Natasukmana, mengataka radikal adalah setiap upaya membongkar sistem yang sudah mapan yang sudah ada dalam kehidupan bernegara dengan cara kekerasan.
Baca: Densus 88 Tangkap 3 Terduga Teroris di Jaksel, Tangsel dan Jakut
Arti hukum radikalisme itu termuat dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.
“”adi menurut hukum, radikalisme adalah suatu tindakan kekerasan untuk antiPancasila, antiNKRI, antikebhinnekaan dan intoleransi. Sehingga semua orang yang berbeda dengannya dianggap salah,” jelasnya.
Penulis: Supriyadi
Editor: Supriyadi
Sumber: Solopos.com