Ngeri, 7.437 Pekerja di Jateng Kena PHK Tahun Ini
Supriyadi
Kamis, 20 Juni 2024 07:39:00
Murianews, Semarang – Sebanyak 7.437 pekerja di Jawa Tengah (Jateng) kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tahun ini. Banyaknya pekerja yang kena PHK tersebut lantaran beberapa alasan. Salah satunya disebabkan tutupnya perusahaan.
Pernyataan tersebutt diungkapkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Jateng Ahmad Aziz seperti dilansir Murianews.com dari Antara, Kamis (20/6/2024).
Aziz menyebutkan, berdasarkan catatannya, ada beberapa perusahaan yang di Jateng yang gulung tikar. Beberapa di antaranya adalah PT Semar Mas Garmen di Boyolali, PT Cermai Makmur di Boyolali, dan PT Maju Sakti di Wonogiri.
”Ada pula perusahaan yang dinyatakan pailit. Seperti PT Cahaya Timur Garmindo yang ada di Pemalang dengan jumlah karyawan sekitar 600 orang dan saat ini sedang ditangani kurator,” katanya.
Selain itu, ada pula PT S Dupantex di Kabupaten Pekalongan yang sudah tutup permanen sejak 6 Juni 2024 dengan jumlah karyawan 800 orang. Hanya saja, statusnya masih belum PHK karena masih proses bipartit antara serikat pekerja dengan perusahaan.
Menurut dia, tingkat PHK pada tahun ini hampir sama dengan 2023 yang mencapai 8.588 pekerja, seperti PT Tanjung Kreasi di Temanggung, PT Bamas Satria Perkasa (Purwokerto), PT Delta Merlin (Sukoharjo).
”Termasuk PT Apac Inti Corpora di Bawen yang pada 2023 (melakukan PHK) sebanyak 1.000 karyawan pada 2023. Namun, mereka sudah konfirmasi secara langsung bahwa sekarang tidak ada PHK lagi,” ungkapnya.
Untuk hak-hak karyawan PT Apac Inti Corpora yang mengalami PHK sudah diberikan sesuai ketentuan. Saat ini perusahaan itu memiliki karyawan sebanyak 2.600 orang dan baru saja membuka lowongan 100 tenaga kerja perempuan.
Aziz menyampaikan bahwa perusahaan yang melakukan PHK terhadap karyawannya merupakan pilihan terakhir yang harus diambil, setelah beberapa opsi sudah ditempuh, yakni pengurangan shift dan merumahkan.
”Perusahaan melakukan PHK itu pilihan terakhir. Pilihan pertama pengurangan jam kerja, dikurangi 'shift'-nya, kemudian 'dirumahkan'. Terpaksa sekali harus melakukan PHK dan itu tidak mudah karena perusahaan harus membayarkan hak-hak karyawannya,” tandasnya.
Murianews, Semarang – Sebanyak 7.437 pekerja di Jawa Tengah (Jateng) kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tahun ini. Banyaknya pekerja yang kena PHK tersebut lantaran beberapa alasan. Salah satunya disebabkan tutupnya perusahaan.
Pernyataan tersebutt diungkapkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Jateng Ahmad Aziz seperti dilansir Murianews.com dari Antara, Kamis (20/6/2024).
Aziz menyebutkan, berdasarkan catatannya, ada beberapa perusahaan yang di Jateng yang gulung tikar. Beberapa di antaranya adalah PT Semar Mas Garmen di Boyolali, PT Cermai Makmur di Boyolali, dan PT Maju Sakti di Wonogiri.
”Ada pula perusahaan yang dinyatakan pailit. Seperti PT Cahaya Timur Garmindo yang ada di Pemalang dengan jumlah karyawan sekitar 600 orang dan saat ini sedang ditangani kurator,” katanya.
Selain itu, ada pula PT S Dupantex di Kabupaten Pekalongan yang sudah tutup permanen sejak 6 Juni 2024 dengan jumlah karyawan 800 orang. Hanya saja, statusnya masih belum PHK karena masih proses bipartit antara serikat pekerja dengan perusahaan.
Menurut dia, tingkat PHK pada tahun ini hampir sama dengan 2023 yang mencapai 8.588 pekerja, seperti PT Tanjung Kreasi di Temanggung, PT Bamas Satria Perkasa (Purwokerto), PT Delta Merlin (Sukoharjo).
”Termasuk PT Apac Inti Corpora di Bawen yang pada 2023 (melakukan PHK) sebanyak 1.000 karyawan pada 2023. Namun, mereka sudah konfirmasi secara langsung bahwa sekarang tidak ada PHK lagi,” ungkapnya.
Untuk hak-hak karyawan PT Apac Inti Corpora yang mengalami PHK sudah diberikan sesuai ketentuan. Saat ini perusahaan itu memiliki karyawan sebanyak 2.600 orang dan baru saja membuka lowongan 100 tenaga kerja perempuan.
Aziz menyampaikan bahwa perusahaan yang melakukan PHK terhadap karyawannya merupakan pilihan terakhir yang harus diambil, setelah beberapa opsi sudah ditempuh, yakni pengurangan shift dan merumahkan.
”Perusahaan melakukan PHK itu pilihan terakhir. Pilihan pertama pengurangan jam kerja, dikurangi 'shift'-nya, kemudian 'dirumahkan'. Terpaksa sekali harus melakukan PHK dan itu tidak mudah karena perusahaan harus membayarkan hak-hak karyawannya,” tandasnya.