Kejahatan Cyber Jadi Ancaman Serius Digitalisiasi Keuangan, Ini Bentuknya
Yuda Auliya Rahman
Rabu, 1 Maret 2023 13:53:34
”Risiko tren digitalisasi di industri keuangan ini perlu disadari dan perlu diantisipasi. Beberapa risiko serangan siber hingga kebocoran data dan risiko lain masih sering terjadi,” katanya saat jadi narasumber di Jateng Digital Conference (JDC) 2023 yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jateng, Rabu (1/2/2023).
Ia menjelaskan berdasarkan data badan
cyber dan sandi negara ada 976 juta kali serangan
cyber sepanjang tahun 2022. Di mana mayoritas serangan
malware 56,8 kebocoran data 14,75 persen trojan 10,9 persen.
Baca: Era Digitalisasi, Tren Perkembangan Bank Digital Terus Melesat”Menurut peniliitian yang dilakukan Bank For Internasional (BIS) industri keuangan ini sasaran utama kejahatan
cyber dibanding sektor lain,” ujarnya.
Bicara tren risiko kejahatan
cyber, sambung dia, beberapa waktu terakhir banyak masuk ke masyarakat dengan cara sosial
engineering. Yakni pelaku akan berpura pura sebagai seseorang yang kredibel dan meyakinkan targetnya untuk menyerahkan kode rahasia, seperti OTP,
username, hingga password.
”Kemudian itu untuk mendapatkan akses dan menguasai akun targetnya. Biasanya mengirim pesan meyakinkan dengan berisi ancaman biaya administrasi dan pesan hadiah yang palsu,” ucapnya.
”Kemudian itu untuk mendapatkan akses dan menguasai akun targetnya. Biasanya mengirim pesan meyakinkan dengan berisi ancaman biaya administrasi dan pesan hadiah yang palsu,” ucapnya.
Baca: Komisi X DPR RI Tekankan Pentingnya Keterbukaan Informasi Melalui Layanan DigitalSelanjutnya, jenis lain yakni adalah dengan mengirimkan tautan yang telah disusuti malware yang ketika korbannya membuka, pelaku akan bisa mengakses seluruh data secara tidak kasat mata.”Lalu mengalihkan situs sah dan situs palsu hingga skimming yang merupakan cara lama yang masih sering banyak yang kena,” ujarnya. Reporter: Yuda Auliya RahmanEditor: Supriyadi
Murianews, Solo – Didik Madiyono, Anggota Dewan Komisioner LPS menilai dibalik kecanggihan teknologi digitalisasi, ada ancaman kejahatan
cyber yang mengintai. Terlebih, di bidang keuangan yang saat ini transaksi kerap menggunakan digitalisasi.
”Risiko tren digitalisasi di industri keuangan ini perlu disadari dan perlu diantisipasi. Beberapa risiko serangan siber hingga kebocoran data dan risiko lain masih sering terjadi,” katanya saat jadi narasumber di Jateng Digital Conference (JDC) 2023 yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jateng, Rabu (1/2/2023).
Ia menjelaskan berdasarkan data badan
cyber dan sandi negara ada 976 juta kali serangan
cyber sepanjang tahun 2022. Di mana mayoritas serangan
malware 56,8 kebocoran data 14,75 persen trojan 10,9 persen.
Baca: Era Digitalisasi, Tren Perkembangan Bank Digital Terus Melesat
”Menurut peniliitian yang dilakukan Bank For Internasional (BIS) industri keuangan ini sasaran utama kejahatan
cyber dibanding sektor lain,” ujarnya.
Bicara tren risiko kejahatan
cyber, sambung dia, beberapa waktu terakhir banyak masuk ke masyarakat dengan cara sosial
engineering. Yakni pelaku akan berpura pura sebagai seseorang yang kredibel dan meyakinkan targetnya untuk menyerahkan kode rahasia, seperti OTP,
username, hingga password.
”Kemudian itu untuk mendapatkan akses dan menguasai akun targetnya. Biasanya mengirim pesan meyakinkan dengan berisi ancaman biaya administrasi dan pesan hadiah yang palsu,” ucapnya.
Baca: Komisi X DPR RI Tekankan Pentingnya Keterbukaan Informasi Melalui Layanan Digital
Selanjutnya, jenis lain yakni adalah dengan mengirimkan tautan yang telah disusuti malware yang ketika korbannya membuka, pelaku akan bisa mengakses seluruh data secara tidak kasat mata.
”Lalu mengalihkan situs sah dan situs palsu hingga skimming yang merupakan cara lama yang masih sering banyak yang kena,” ujarnya.
Reporter: Yuda Auliya Rahman
Editor: Supriyadi