Kamudian nantinya, ketika formasi di daerah sudah ada, maka guru yang paruh waktu tadi mengisi formasi ASN atau PPPK penuh waktu.
’’Saya kira yang menjadi harapan kita semuanya bahwa pemerintah betul-betul seperti apa yang dikatakan dan disepakati dengan DPR maupun DPD bahwa tahun ini adalah penyelesaian non-ASN, baik guru maupun tenaga kependidikan,’’ katanya.
Muhdi yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Jateng berharap persoalan guru honorer bisa terselesaikan dengan kebijakan tersebut.
’’Kami ingin sudahlah setelah ini seleksi (guru) ya, seperti seleksi CPNS itu. Kami harap yang tahun depan dibutuhkan, saat ini sudah diseleksi,’’ katanya.
’’Kalau ini tidak konsekuen pemerintah pusat akan kembali lagi (pengangkatan guru honorer). Maka harus dijaga agar apa yang dikatakan menjadi kenyataan. Karena kalau tidak, masalahnya akan berulang lagi,’’ katanya.
Muhdi mencontohkan zaman Presiden Soeharto yang sudah sedemikian tertata untuk pengangkatan guru sesuai dengan kebutuhan sehingga saat ini seharusnya bisa lebih baik.
’’Saya jujur saja bilang kenapa Soeharto bisa? Karena, dulu begitu (guru) yang mau pensiun tahun depan, sekarang datanya sudah tahu dan segera proses pengangkatan,’’ imbuh mantan Rektor Upgris itu.
Murianews, Semarang – Rencana penghapusan tenaga honorer, termasuk guru honorer pada 2025 bakal tetap dikawal. Itu agar implementasinya sesuai dengan yang diharapkan.
Ketua PGRI Jateng Muhdi mengatakan, pihaknya berharap pemerintah berkomitmen pada penghapusan tenaga honorer baik di institusi pemerintahan maupun sekolah negeri.
Itu disampaikannya saat Puncak Peringatan HUT ke-79 PGRI dan Hari Guru Nasional Tingkat Provinsi Jateng bertema ’’Guru Bermutu, Indonesia Maju’’, di Universitas PGRI Semarang (Upgris).
’’Artinya, semuanya diselesaikan,’’ kata Muhdi, Sabtu (7/12/2024) seperti dikutip dari Antara.
Menurutnya kebijakan penghapusan tenaga honorer termasuk guru honorer tetap harus dikawal sampai tingkat daerah.
Bahkan ia mengungkapkan pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Di mana, pemerintah pusat akan menanggung jika anggaran daerah tidak cukup untuk membayar guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), misalnya karena formasinya tidak ada.
’’Mereka akan diberi NIP (nomor induk pegawai), diangkat sebagai guru ASN paruh waktu. Nanti bertahap akan sementara dibayar oleh pemerintah pusat,’’ katanya.
Persoalan Guru Honorer...
Kamudian nantinya, ketika formasi di daerah sudah ada, maka guru yang paruh waktu tadi mengisi formasi ASN atau PPPK penuh waktu.
’’Saya kira yang menjadi harapan kita semuanya bahwa pemerintah betul-betul seperti apa yang dikatakan dan disepakati dengan DPR maupun DPD bahwa tahun ini adalah penyelesaian non-ASN, baik guru maupun tenaga kependidikan,’’ katanya.
Muhdi yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Jateng berharap persoalan guru honorer bisa terselesaikan dengan kebijakan tersebut.
’’Kami ingin sudahlah setelah ini seleksi (guru) ya, seperti seleksi CPNS itu. Kami harap yang tahun depan dibutuhkan, saat ini sudah diseleksi,’’ katanya.
Jadi, nantinya tidak sampai terjadi kepala sekolah terpaksa mengangkat kembali guru honorer karena memang benar-benar membutuhkan guru untuk mengajar.
’’Kalau ini tidak konsekuen pemerintah pusat akan kembali lagi (pengangkatan guru honorer). Maka harus dijaga agar apa yang dikatakan menjadi kenyataan. Karena kalau tidak, masalahnya akan berulang lagi,’’ katanya.
Muhdi mencontohkan zaman Presiden Soeharto yang sudah sedemikian tertata untuk pengangkatan guru sesuai dengan kebutuhan sehingga saat ini seharusnya bisa lebih baik.
’’Saya jujur saja bilang kenapa Soeharto bisa? Karena, dulu begitu (guru) yang mau pensiun tahun depan, sekarang datanya sudah tahu dan segera proses pengangkatan,’’ imbuh mantan Rektor Upgris itu.