”Padahal sayang enggak pernah meminjamkan KTP atau ikut pinjol (pinjaman online) atau lainnya. Saya curiga ada yang salah gunakan pakai nama atau NIK saya,” ucap dia.
”Betul, surat itu resmi dan teman-teman kami datang dengan surat tugas. Kami hanya ingin klarifikasi, karena dalam data kami ada transaksi atas nama yang bersangkutan senilai Rp 2,9 miliar, bukan Rp 2,8 miliar,” kata Subandi.
Ia menjelaskan, angka tersebut bukanlah nilai pajaknya, melainkan nilai transaksi yang terdeteksi di sistem administrasinya.
”Kami hanya ingin memastikan, apakah benar yang bersangkutan melakukan transaksi itu atau tidak. Bisa jadi juga NIK-nya pernah dipinjam. Makanya kita lakukan klarifikasi langsung. Kalau ternyata bukan dia, ya kita proses kroscek lebih lanjut,” jelasnya.
Subandi menjelaskan, kasus serupa pernah terjadi di Pekalongan, termasuk kasus buruh yang NIK-nya digunakan bosnya untuk keperluan bisnis.
Murianews, Pekalongan – Ismanto (32), buruh jahit harian di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah dibuat kaget saat didatangi petugas pajak. Ia diminta memberikan klarifikasi terkait transaksi atas namanya yang nilainya mencapai Rp 2,9 miliar.
Padahal, warga Coprayan, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan itu mengaku pendapatannya hanya cukup memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari selama ini.
Ismanto menceritakan, petugas Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pekalongan mendatanginya pada Rabu (6/8/2025) sekitar pukul 15.00 WIB. Mereka kemudian memberikan surat yang isinya transaksi pembelian kain Rp 2,9 miliar yang dilakukan pada 2021.
”Saya kaget banget. Saya kan cuma buruh jahit harian, mana pernah pegang uang segitu,” kata Ismanto seperti dikutip dari Detik.com, Jumat (8/8/2025).
Selama ini, ia dan keluarga hanya mengandalkan penghasilan dari menjahit pakaian yang dikirim juragannya. Ia pun mengaku tak pernah memegang uang hingga puluhan juta rupiah apalagi miliaran.
Sejak menerima surat dari KPP Pratama Pekalongan, Ismanto pun dibuat kepikiran. Ia mengaku terus murung di kamar dan tak nafsu makan.
”Rp 50 juta aja belum pernah lihat. Jangankan miliaran, saya hanya pernah melihat dan pegang uang Rp 10 juta dari uang tabungan kami selama 4 tahun,” ujar dia.
Ia juga mengaku tak pernah berhubungan dengan perusahaan di Boyolali sebagaimana tercantum dalam transaksi yang ditemukan KPP. Ismanto pun menduga ada yang menyalahgunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) miliknya.
Bukan Nilai Pajak...
”Padahal sayang enggak pernah meminjamkan KTP atau ikut pinjol (pinjaman online) atau lainnya. Saya curiga ada yang salah gunakan pakai nama atau NIK saya,” ucap dia.
Sementara itu, Kepala KPP Pratama Pekalongan, Subandi membenarkan surat itu memang resmi dari institusinya. Ia menjelaskan kunjungan petugas pajak saat itu hanya bersifat klarifikasi atas transaksi besar yang terdeteksi dalam sistem administrasi.
”Betul, surat itu resmi dan teman-teman kami datang dengan surat tugas. Kami hanya ingin klarifikasi, karena dalam data kami ada transaksi atas nama yang bersangkutan senilai Rp 2,9 miliar, bukan Rp 2,8 miliar,” kata Subandi.
Ia menjelaskan, angka tersebut bukanlah nilai pajaknya, melainkan nilai transaksi yang terdeteksi di sistem administrasinya.
”Kami hanya ingin memastikan, apakah benar yang bersangkutan melakukan transaksi itu atau tidak. Bisa jadi juga NIK-nya pernah dipinjam. Makanya kita lakukan klarifikasi langsung. Kalau ternyata bukan dia, ya kita proses kroscek lebih lanjut,” jelasnya.
Subandi menjelaskan, kasus serupa pernah terjadi di Pekalongan, termasuk kasus buruh yang NIK-nya digunakan bosnya untuk keperluan bisnis.
Masih Didalami...
Ia mengimbau masyarakat agar tidak sembarangan meminjamkan KTP, NIK, atau NPWP kepada orang lain. Sebab, penyalahgunaan data pribadi bisa berdampak serius, terutama terkait kewajiban perpajakan.
”Jangan mudah meminjamkan identitas kepada siapapun. Kalau ada transaksi mencurigakan atas nama anda, lebih baik segera lapor untuk diklarifikasi,” tegasnya.
Hingga kini, kasus yang dialami Ismanto pun masih didalami KPP Pratama. Pihaknya juga akan menelusuri lebih lanjut apakah benar terjadi penyalahgunaan identitas.