Setelah 49 tahun berjuang mengumpulkan rezeki dari pekerjaannya, tahun ini ia bersama sang istri, Baniyah (66), akan menunaikan ibadah haji ke tanah suci.
”Saat jadi pengambil sampah itu penghasilan tidak menentu. Karena kan tergantung rumah itu kita yang ambil sampahnya tidak,” ungkap Legiman dalam bahasa Jawa.
Awalnya, tabungan tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Namun, tak disangka, pada tahun 2012, jumlah tabungannya di bank mencapai Rp 55 juta.
”Saat itu ditanya pegawai bank tersebut, menabung ini apa mau buat naik haji. Kalau mau naik haji, syarat-syarat pendaftaran akan dibantu,” kenang Legiman.
Murianews, Semarang – Ketekunan dan kesabaran Legiman (66), seorang pengambil sampah warga Glagahombo Ngampin, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah akhirnya membuahkan hasil yang luar biasa.
Setelah 49 tahun berjuang mengumpulkan rezeki dari pekerjaannya, tahun ini ia bersama sang istri, Baniyah (66), akan menunaikan ibadah haji ke tanah suci.
Mengutip dari Kompas.com, saban hari sejak pukul 06.30 WIB, Legiman mengayuh sepeda motornya yang menarik gerobak. Ia menjemput sampah dari sekitar 50 rumah hingga pukul 11.00 WIB.
”Saat jadi pengambil sampah itu penghasilan tidak menentu. Karena kan tergantung rumah itu kita yang ambil sampahnya tidak,” ungkap Legiman dalam bahasa Jawa.
Legiman mengawali pekerjaannya itu pada Tahun 1976. setiap hari hanya mengambil sampah yang ada di depan rumah-rumah warga.
Menyadari ketidakpastian pendapatan, Legiman memiliki inisiatif untuk menabung secara rutin sejak tahun 1986. Setiap harinya, ia menyisihkan uang sebesar Rp 1.000.
Awalnya, tabungan tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Namun, tak disangka, pada tahun 2012, jumlah tabungannya di bank mencapai Rp 55 juta.
”Saat itu ditanya pegawai bank tersebut, menabung ini apa mau buat naik haji. Kalau mau naik haji, syarat-syarat pendaftaran akan dibantu,” kenang Legiman.
Istiqomah...
Meskipun ide untuk menggunakan tabungan naik haji awalnya tidak terpikirkan, Legiman kemudian berdiskusi dengan ketiga anaknya. Mereka memberikan dukungan penuh agar kedua orang tua mereka dapat mewujudkan rukun Islam yang kelima tersebut.
”Mereka bilang, yang penting mendaftar dulu dan bisa lunas. Untuk sangu (saku) dipikir belakangan,” jelasnya.
Setelah mendaftar dan melengkapi persyaratan administrasi, Legiman dan Baniyah semakin gigih menabung. Selain menyisihkan Rp 1.000 setiap hari, mereka juga menambah pundi-pundi tabungan dari hasil menjual barang-barang rosokan.
”Saya menabung setelah menyelesaikan kewajiban sebagai kepala keluarga. Wajibe wong lanang kui nyukupi butuhe omah (kewajiban laki-laki itu mencukupi kebutuhan di rumah). Setelah memberi uang belanja, ya sisanya saya sisihkan,” paparnya.
Kisah keberuntungan juga menyertai perjalanan Legiman dan istri. Awalnya terdaftar sebagai calon jemaah haji cadangan, mereka akhirnya menerima pemberitahuan untuk berangkat tahun ini melalui Kloter 93.
Berbagai persiapan telah mereka lakukan, mulai dari pemeriksaan kesehatan, pembekalan, hingga manasik haji. Dengan penuh harap, Legiman menyampaikan permohonan doa.
”Saya mohon doanya agar semua dilancarkan, saya juga mendoakan agar semua saudara saya umat Muslim bisa berangkat haji,” pungkasnya.