”Sedang kita koordinasikan. Semoga saja keberadaan pekerja migran ini segera diketahui keberadaannya dan bisa diselamatkan,” tegasnya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran serta Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Murianews, Semarang – Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah berhasil mengungkap sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok penempatan pekerja migran atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di sejumlah negara Eropa.
Modus operandi para pelaku adalah mengiming-imingi korban dengan janji gaji besar di luar negeri dengan fokus utamanya adalah negara Eropa.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jateng, Kombes Pol. Dwi Subagio, menjelaskan tindak pidana ini terungkap berkat laporan dari dua korban yang sempat dikirim ke luar negeri namun berhasil pulang kembali ke Indonesia.
Kedua korban tersebut mengaku bekerja di Spanyol, namun tidak memperoleh hak-hak sebagaimana yang dijanjikan oleh para pelaku.
Ironisnya, para korban dipaksa bekerja di tempat yang tidak layak dengan durasi kerja mencapai 24 jam sehari.
”Korban berhasil pulang ke Indonesia dengan biaya sendiri,” tambah Dwi Subagio seperti dilansir Antara, Jumat (20/6/2025)
Dari laporan itu, Polda Jateng pun melakukan penyelidikan. Hasilnya, dua orang berinisial KU (42) dan NU (41) berhasil diamankan. Saat ini keduanya juga sudah ditetapkan menjadi tersangka.
”Kedua tersangka ini diduga telah memberangkatkan sekitar 83 orang ke luar negeri, termasuk ke Spanyol, Portugal, Yunani, dan Polandia. Total kerugian para korban diperkirakan mencapai Rp 5,2 miliar,” terangnya.
Dijerat Pasal Berlapis...
Saat ini Polda Jateng telah berkoordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional Polri untuk menelusuri keberadaan puluhan pekerja migran lain yang telah dikirim oleh sindikat ini ke luar negeri.
”Sedang kita koordinasikan. Semoga saja keberadaan pekerja migran ini segera diketahui keberadaannya dan bisa diselamatkan,” tegasnya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran serta Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.