Salah satunya yakni diterbitkannya Pergub Nomor 20 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Pergaraman Daerah. Beleid itu mengatur hilirisasi industri garam di Jateng, mulai dari pra-produksi hingga pemasarannya.
Plt Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jateng Lilik Harnadi mengatakan, Jateng merupakan penghasil garam kedua di Indonesia setelah Jawa Timur.
”Artinya kita sudah surplus karena produksi kita sekitar 600 ribu ton,” tuturnya, Senin (24/2/2025).
Pemprov Jateng pun optimis dapat menyokong upaya swasembada pangan, termasuk garam sebagaimana diatur di Pergub Nomor 20 Tahun 2024 itu.
Dalam aturan itu, sejumlah daerah di Pantura dan Pansela Jateng menjadi sentra penghasil garam. Daerah itu yakni di Kecamatan Kaliori (Rembang), Batangan (Pati), Kedung (Jepara), Wedung (Demak) dan Tanjung (Brebes).
Kemudian, Kecamatan Grabag (Purworejo), Mirit (Kebumen), dan Adipala (Cilacap). Belum lagi produksi garam darat di Grobogan.
Murianews, Semarang – Sejumlah strategi disiapkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) guna mendukung swasembada garam nasional pada 2027.
Salah satunya yakni diterbitkannya Pergub Nomor 20 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Pergaraman Daerah. Beleid itu mengatur hilirisasi industri garam di Jateng, mulai dari pra-produksi hingga pemasarannya.
Plt Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jateng Lilik Harnadi mengatakan, Jateng merupakan penghasil garam kedua di Indonesia setelah Jawa Timur.
Dalam data yang dimilikinya, sepanjang 2024, Jateng memproduksi garam sekitar 631 ribu ton. Sedangkan, kebutuhan garam konsumsi dan industri di Jateng hanya 119 ribu ton pertahun.
”Artinya kita sudah surplus karena produksi kita sekitar 600 ribu ton,” tuturnya, Senin (24/2/2025).
Pemprov Jateng pun optimis dapat menyokong upaya swasembada pangan, termasuk garam sebagaimana diatur di Pergub Nomor 20 Tahun 2024 itu.
Dalam aturan itu, sejumlah daerah di Pantura dan Pansela Jateng menjadi sentra penghasil garam. Daerah itu yakni di Kecamatan Kaliori (Rembang), Batangan (Pati), Kedung (Jepara), Wedung (Demak) dan Tanjung (Brebes).
Kemudian, Kecamatan Grabag (Purworejo), Mirit (Kebumen), dan Adipala (Cilacap). Belum lagi produksi garam darat di Grobogan.
Barang Siap Pakai...
Daerah-daerah itu nantinya diharap tidak hanya berhenti pada produksi garam saja, namun sampai dengan pengolahan menjadi barang siap pakai, baik itu untuk konsumsi ataupun kebutuhan industri.
”Jadi khusus daerah-daerah yang ada di kawasan pergaraman tadi, harapannya ada perlindungan ruang agar jangan sampai terjadi alih fungsi lahan,” urainya.
Selain itu, kawasan itu nantinya ditangani sesuai kewenangan stakeholder terkait. Ia mencontohkan pada DKP Jateng yang berfokus bagaimana menggenjot produksi garam.
Kemudian, untuk sarana jalan dan saluran irigasi menjadi kewenangan Dinas Pekerjaan Umum dan pemasaran di bawah Disperindag.
Dengan pola itu, ia berharap produksi garam Jateng dapat meningkat, minimal 30 persen.
Sejumlah langkah juga telah dilakukan DKP, di antaranya memberikan bantuan geomembrane dan pembangunan Gudang Garam Rakyat (GGR).
Beberapa sentra garam juga telah memiliki fasilitas washing plant, seperti di Kaliori, Rembang dengan kapasitas 7.500 ton/tahun, yang dikelola koperasi.
Perusahaan daerah milik Pemprov Jateng, yakni SPJT, juga akan membangun washing plant garam, yang rencananya akan beroperasi pada Juni 2025.
“Kita siap karena juga sudah ada Perpres 126/2022. Kita sangat bersyukur dan sudah didukung oleh pak gubernur terkait tata ruang (produksi garam). Harapannya, dapat mengangkat garam lokal,” pungkas Lilik.