Itu menyusul seluruh kabupaten/kota Jawa Tengah telah menerapkan Peraturan Kepala Daerah tentang Pembebasan BPHTB bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Namun, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah, Boedyo Darmawan menjelaskan, dari 35 kabupaten/kota tersebut terdapat kriteria penerima pembebasan BPHTB bagi MBR.
Tercatat, sebanyak 22 kabupaten/kota penerima pembebasan BPHTB berlaku seluruh WNI berpenghasilan rendah. Sedangkan 13 kabupaten/kota lainnya hanya berlaku untuk warga setempat dengan dibuktikan KTP.
Menurut Boedyo, kebijakan di 13 kabupaten/kota itu yang dianggap masih menyulitkan, karena banyak juga warga yang membeli rumah di luar daerah asalnya.
”Hal ini menyulitkan, karena di kawasan urban seperti Kota Semarang, banyak MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah). Sedangkan perumahan subsidi itu biasanya di wilayah perbatasan, misalnya Kendal, sehingga terkendala aturan domisili,” jelas Boedyo, Senin (15/9/2025).
Saat mendampingi Gubernur Jateng, Ahmad Luthfi menerima audiensi dari Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Jawa Tengah, Boedyo mengatakan saat ini Pemprov Jateng terus menggenjot penyerapan rumah bersubsidi.
Di antaranya, ia melanjutkan, dengan mulai melakukan pendataan ASN bersama Badan Kepegawaian Daerah (BKD) kabupaten/kota. Berdasarkan data sementara, ada sekitar 13 ribu pegawai pemerintah yang berpotensi menjadi target pasar rumah subsidi.
Terkait permasalahan backlog, Dinas Perakim Jateng juga telah mengidentifikasi permasalahan backlog, baik dari sisi kepemilikan maupun kelayakan.
Murianews, Semarang – Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) beli rumah di wilayah Jawa Tengah sudah bebas biaya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Itu menyusul seluruh kabupaten/kota Jawa Tengah telah menerapkan Peraturan Kepala Daerah tentang Pembebasan BPHTB bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Namun, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah, Boedyo Darmawan menjelaskan, dari 35 kabupaten/kota tersebut terdapat kriteria penerima pembebasan BPHTB bagi MBR.
Tercatat, sebanyak 22 kabupaten/kota penerima pembebasan BPHTB berlaku seluruh WNI berpenghasilan rendah. Sedangkan 13 kabupaten/kota lainnya hanya berlaku untuk warga setempat dengan dibuktikan KTP.
Menurut Boedyo, kebijakan di 13 kabupaten/kota itu yang dianggap masih menyulitkan, karena banyak juga warga yang membeli rumah di luar daerah asalnya.
”Hal ini menyulitkan, karena di kawasan urban seperti Kota Semarang, banyak MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah). Sedangkan perumahan subsidi itu biasanya di wilayah perbatasan, misalnya Kendal, sehingga terkendala aturan domisili,” jelas Boedyo, Senin (15/9/2025).
Saat mendampingi Gubernur Jateng, Ahmad Luthfi menerima audiensi dari Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Jawa Tengah, Boedyo mengatakan saat ini Pemprov Jateng terus menggenjot penyerapan rumah bersubsidi.
Di antaranya, ia melanjutkan, dengan mulai melakukan pendataan ASN bersama Badan Kepegawaian Daerah (BKD) kabupaten/kota. Berdasarkan data sementara, ada sekitar 13 ribu pegawai pemerintah yang berpotensi menjadi target pasar rumah subsidi.
Terkait permasalahan backlog, Dinas Perakim Jateng juga telah mengidentifikasi permasalahan backlog, baik dari sisi kepemilikan maupun kelayakan.
Backlog...
Untuk backlog kelayakan, jelasnya, sedang ditangani melalui anggaran APBD provinsi maupun kabupaten/kota. Sementara backlog kepemilikan, difasilitasi melalui program kredit kemilikan rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
”Kebijakan fiskal berupa pembebasan BPHTB juga sudah didorong untuk mempercepat kepemilikan rumah,” jelas Boedyo.
Belum seragamnya kebijakan pembebasan BPHTB di Jateng itu juga disoroti Ketua DPD Himperra Jateng Sugiyatno. Ia pun berharap agar program itu berlaku untuk seluruh warga Indonesia.
”Di Solo Raya BPHTB memang sudah bebas, tetapi hanya untuk warga ber-KTP domisili setempat. Kami berharap pembebasan ini berlaku untuk seluruh warga Indonesia, agar tidak menghambat investasi,” imbuhnya.
Di kesempatan itu, Gubernur Jateng Ahmad Luthfi menegaskan perlunya sinergi antarpihak untuk menyelesaikan backlog perumahan. Ia mendorong persoalan itu agar segera diselesaikan dengan workshop dan rapat koordinasi.
”Nanti kita buat workshop, undang Bupati Wali Kota sekalian Dinas Perakim kabupaten/kota, Himperra, perbankan, juga pihak terkait seperti PLN dan BPN. Kita sudah mendapat penghargaan dari Menteri Perumahan, jangan sampai justru kinerjanya terhambat karena perizinan,” tegasnya.
Menurutnya, meskipun kewenangan perizinan ada di kabupaten/kota, namun koordinasi di tingkat provinsi tetap bisa dilakukan.
”Kalau sifatnya koordinasi kan boleh. Nanti kita buat rakor pemerintahan agar ada kepastian,” tandasnya.