Kamis, 20 November 2025

Murianews, Semarang – Waktu meninggalnya dr Aulia Risma Lestari pada 12 Agustus 2024 lalu diusulkan menjadi Hari Stop Bully Nasional. Usulan itu datang dari keluarga dr Aulia.

Diketahui, dr Aulia ditemukan meninggal pada 12 Agustus 2024 di kamar kosnya, di Kota Semarang. Ia diduga mengakhiri hidupnya dengan menyuntikkan obat tidur melebihi dosis.

Semasa hidupnya, ia sempat mengalami perundungan dan pemerasan selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) di RSUP Kariadi Semarang.

’’Saya minta kepada menteri ketika tersangka sudah ditentukan, saya minta memberi penghargaan untuk almarhumah di dunia kesehatan dan tanggal 12 Agustus jadi hari stop bully nasional ini,’’ kata pengacara keluarga dr Aulia, Misyal Ahmad, di PO Hotel Semarang, Rabu (18/9/2024) malam seperti dikutip dari Detik.com, Kamis (19/9/2024).

Ia mengatakan, apa yang terjadi pada dr Aulia masuk dalam tindak kriminal. Ironisnya, tindakan itu dilakukan kaum intelektual dan belum ada yang berani mengungkap.

’’Ini sudah kriminal luar biasa. Ini harus benar-benar dibersihkan, ini kejahatan yang dilakukan oleh kaum intelektual yang kelihatan elegan, pintar, baik, tapi sadis. Kalau kita ngadepin preman jelas di pinggir jalan, bawanya apa, harus apa. Tapi ini enggak jelas, bisa dibayangkan dokter kaya begini yang merawat kita ke depan, hancur kita,’’ tegasnya.

Bahkan, dia menyebut anak seorang Kepala Kejaksaan pun tidak akan berani mengambil pendidikan spesialis PPDS lantaran tahu ada tindakan tersebut.

’’Ada kepala kejaksaan itu anaknya dokter, nggak berani ambil spesialis, ketakutan. Bisa kalian pikir, apa ini? Kok frontal seperti ini,’’ tambah Misyal.

Sementara itu bibi dr Aulia, Nur Sofati berharap dunia pendidikan kedokteran bisa lebih baik. Apalagi, setelah kasus dr Aulia diusut.

’’Agar dunia pendidikan kedokteran lebih baik. Praktek (perundungan dan pemerasan) itu kan sudah lama, maka berikan peringatan tanggal 12 Agustus,’’ kata Nur.

Sebelumnya diberitakan, Yan Wisnu Prajoko, Dekan Fakultas Kedokteran atau FK Undip mengakui adanya praktik perundungan di sistem PPDS pada internal Undip. Perundungan itu terjadi dalam berbagai bentuk.

Atas temuan itu, Dekan Fakultas Kedokteran Undip Semarang menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.

Sementara, kasus tersebut telah diselidiki Polda Jateng. Sebanyak 34 orang saksi telah dimintai keterangan. Merka di antaranya teman-teman seangkatan korban, para chief angkatan PPDS dan bendaharanya. Keterangan mereka bakal didalami untuk mengungkap kasus tersebut.

 

Komentar

Terpopuler