Ia terbukti terlibat dalam pemerasan terhadap dokter residen junior di lembaga pendidikan tersebut. Putusan itu dibacakan Hakim Ketua Muhammad Djohan Arifin di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (1/10/2025).
”Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 368 Ayat 1 tentang pemerasan secara bersama-sama dan berlanjut,” katanya seperti dikutip dari Antara.
Vonis yang diberikan hakim, diketahui lebih ringan dari tuntutan para penuntut umum. Zara sebelumnya dituntut hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai terdakwa yang merupakan residen PPDS Anestesi angkatan 76 meminta para residen angkatan 77 untuk membayar iuran.
Iuran itu digunakan untuk berbagai kebutuhan operasional selama menjalani pendidikan, seperti penyediaan makan prolong hingga membiayai joki tugas residen senior.
Tak hanya itu, residen junior juga dibebani berbagai tugas akibat adanya sistem hierarki di lingkungan lembaga PPDS anestesi tersebut.
Murianews, Semarang – Dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PDDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Zara Yupita Azra divonis 9 bulan penjara.
Ia terbukti terlibat dalam pemerasan terhadap dokter residen junior di lembaga pendidikan tersebut. Putusan itu dibacakan Hakim Ketua Muhammad Djohan Arifin di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (1/10/2025).
”Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 368 Ayat 1 tentang pemerasan secara bersama-sama dan berlanjut,” katanya seperti dikutip dari Antara.
Vonis yang diberikan hakim, diketahui lebih ringan dari tuntutan para penuntut umum. Zara sebelumnya dituntut hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai terdakwa yang merupakan residen PPDS Anestesi angkatan 76 meminta para residen angkatan 77 untuk membayar iuran.
Iuran itu digunakan untuk berbagai kebutuhan operasional selama menjalani pendidikan, seperti penyediaan makan prolong hingga membiayai joki tugas residen senior.
Tak hanya itu, residen junior juga dibebani berbagai tugas akibat adanya sistem hierarki di lingkungan lembaga PPDS anestesi tersebut.
Masih Pikir-Pikir...
Hakim menilai perbuatan terdakwa tersebut tidak berdasarkan hukum atau sebagai perbuatan melawan hukum. Hakim juga menilai terdapat relasi kuasa bersifat hierarki.
”Kekuasaan satu pihak atas pihak lainnya,” tambahnya.
Ia menilai, sistem tingkatan antarangkatan itu sudah berlaku turun temurun, serta pemberlakuan pasal dan tata krama anestesi dari senior terhadap junior.
Perbuatan terdakwa pun dinilai tidak mendukung pemerintah dalam mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang ramah dan terjangkau.
Atas putusan tersebut, baik terdakwa maupun penuntut umum sama-sama menyatakan pikir-pikir.