Saat ini, pihaknya masih melakukan pendalaman terkait adanya kemungkinan jaringan yang dimiliki para tersangka.
”Total kasusnya ada 28 kasus yang dibongkar. Tersangkanya ada 29 dan korbannya mencapai 40 orang,” katanya
Ia menyebutkan, dari 28 kasus yang ada, enam di antaranya merupakan TPPO yang berkaitan dengan pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke luar negeri. Sementara sisanya, berkaitan dengan pengungkapan TPPO di dalam negeri.
”Untuk TPPO yang kasusnya berkaitan dengan pengiman PMI ke luar negeri sudah ditetapkan dua tersangka serta empat orang menjadi terlapor,” katanya.
Dua kasus TPPO yang sudah menetapkan tersangka, lanjut dia, masing-masing ditangani oleh Polres Cilacap dan Pati.
Murianews, Semarang – Polda Jawa Tengah (Jateng) berhasil membongkar 28 kasus TPPO atau tindak pidana perdagangan orang. Dalam kasus itu, petugas juga menetapkan 29 orang sebagai tersangka.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagio mengatakan, puluhan kasus itu dibongkar dalam kurun waktu 20 hari, mulai 1-20 November 2024.
Saat ini, pihaknya masih melakukan pendalaman terkait adanya kemungkinan jaringan yang dimiliki para tersangka.
”Total kasusnya ada 28 kasus yang dibongkar. Tersangkanya ada 29 dan korbannya mencapai 40 orang,” katanya
Ia menyebutkan, dari 28 kasus yang ada, enam di antaranya merupakan TPPO yang berkaitan dengan pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke luar negeri. Sementara sisanya, berkaitan dengan pengungkapan TPPO di dalam negeri.
”Untuk TPPO yang kasusnya berkaitan dengan pengiman PMI ke luar negeri sudah ditetapkan dua tersangka serta empat orang menjadi terlapor,” katanya.
Dua kasus TPPO yang sudah menetapkan tersangka, lanjut dia, masing-masing ditangani oleh Polres Cilacap dan Pati.
Tersangka ada yang dari pimpinan...
Menurut dia, tersangka maupun terlapor dalam kasus pengiriman PMI ilegal tersebut ada yang merupakan pimpinan perusahaan dan ada pula yang merupakan perorangan.
”Modusnya penipuan lowongan kerja serta penyalahgunaan dokumen visa untuk bekerja,” ujarnya.
Para PMI, lanjut dia, dikirim ke sejumlah negara, seperti Malaysia, Singapura, dan Australia, untuk dijadikan asisten rumah tangga.
Adapun modus para pelaku, kata dia, korban diminta membayar Rp 35 juta hingga Rp 60 juta jika akan diberangkatkan ke luar negeri.
Padahal, menurut dia, para pelaku ini tidak mempunyai izin legal untuk memberangkatkan PMI ke luar negeri.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO atau Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang perlindungan PMI.