Parjuni mengatakan, meski harga jagung mahal, para peternak tetap memilih untuk menggunakannya sebagai media protes. Mereka merasa lebih baik membuang jagung untuk aksi ketimbang harus menanggung kerugian terus-menerus.
Aksi ini bertujuan untuk menarik perhatian publik dan pemerintah, sekaligus menunjukkan kontradiksi antara kondisi di lapangan dengan kebijakan yang ada.
”Ini bukan angka kecil. Kan kita Jateng saja kebutuhan per bulannya, tidak lebih dari 50 ribu ton sampai 100 ribu ton. Artinya apa, ini kontradiktif dengan apa yang terjadi di lapangan,” pungkas Parjuni.
Murianews, Solo – Sejumlah peternak ayam di Solo Raya mulai dari Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, dan Klaten menggelar aksi mandi jagung di Bundaran Gladak, Solo, Selasa (26/8/2025).
Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes terhadap tingginya harga jagung yang membuat harga pakan ayam melambung.
Koordinator aksi Parjuni menjelaskan, kenaikan harga jagung mencapai hampir 30 persen. Kenaikan ini sangat memberatkan lantaran jagung merupakan komponen utama dalam pakan ayam.
”Teman-teman peternak ini mengalami keresahan dengan naiknya harga jagung. Padahal jagung itu komponen utama untuk pakan,” kata Parjuni seperti dilansir Detik Jateng.
Parjuni memprotes harga jagung di pasaran saat ini mencapai lebih dari Rp 7.000. Harga ini jauh di atas Harga Pokok Penjualan (HPP) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 5.500.
Aksi ini, menurutnya, adalah wujud kekesalan para peternak yang merasa diabaikan. Pihaknya pun menuntut pemerintah, khususnya Menteri Pertanian, untuk segera menyesuaikan harga jagung.
Jika tidak mampu menyelesaikan masalah ini, para peternak secara tegas meminta Menteri Pertanian Amran Sulaiman untuk mundur dari jabatannya.
”Kalau Mentan tidak bisa selesaikan ini lebih baik ganti saja. Mundur lebih bagus. Jagung ini menyangkut peternak rakyat,” tegasnya.
Bentuk Protes...
Parjuni mengatakan, meski harga jagung mahal, para peternak tetap memilih untuk menggunakannya sebagai media protes. Mereka merasa lebih baik membuang jagung untuk aksi ketimbang harus menanggung kerugian terus-menerus.
Selain mandi jagung, para peternak juga membagikan jagung rebus, ayam hidup, dan telur kepada warga di sekitar lokasi sebagai simbol keresahan mereka.
Aksi ini bertujuan untuk menarik perhatian publik dan pemerintah, sekaligus menunjukkan kontradiksi antara kondisi di lapangan dengan kebijakan yang ada.
”Ini bukan angka kecil. Kan kita Jateng saja kebutuhan per bulannya, tidak lebih dari 50 ribu ton sampai 100 ribu ton. Artinya apa, ini kontradiktif dengan apa yang terjadi di lapangan,” pungkas Parjuni.