Rabu, 19 November 2025

Murianews, Demak – Pagi itu, Sumami atau yang kerap disapa Mia, melihat warung sederhananya ramai. Sudah hampir dua jam sejak pukul enam pagi suara sendok-garpu beradu dengan piring. ”ting-ting-ting-ting,” bunyinya makin nyaring dan temponya makin cepat seiring makin sedikit pula nasi dan lauk yang pelanggan-pelanggannya suap ke mulut mereka.

Sumami masih tersenyum kepada para pelanggan sembari tangannya dengan cekatan mengambilkan seporsi nasi dan setumpuk lauk pauk yang dipilih langsung oleh pelanggannya. Mereka baru saja datang dan berharap bisa segera menerima sarapan yang mereka pesan.

Di belakang Sumami tampak tiga orang wanita paruh baya lainnya juga tak kalah sibuk. Satu orang sedang menanak nasi, satu lagi meracik bumbu dan satunya sedang menggoreng ikan dan lauk-lauk lain.

Ada pula satu pria yang membawakan aneka minuman dalam satu genggaman ke masing-masing pelanggan. Sudah pasti itu adalah minuman pesanan pelanggannya dan pria dengan rambut lebat namun full beruban itu yang mengantarkannya.

Angin pagi area persawahan, menjadi satu-satunya pendingin ruangan alami di warung yang berdiri di pinggir jalan tanpa nama dan tanpa plang penanda. Namun, jejeran mobil dan motor yang terparkir di depan warung ini sedikit menghalangi sirkulasi udara.

Padahal saat itu baru pukul setengah delapan pagi. Tapi wajah pelanggan Sumami tampak memerah dan berkeringat. Ada yang kipas-kipas, ada pula yang menyeka keringatnya dengan tisu di bagian dahi mereka. Itu terjadi setelah mereka menyuap sedikit demi sedikit makanan yang mereka pesan tadi.

Ada yang memakan gulai sapi, nasi pecel, ramesan hingga kepala manyung yang tampaknya menggugah selera. Raut muka mereka bahagia. Wajah puas atas apa yang mereka makan baru saja menjadi yang dominan jika dilihat-lihat.

Sumami juga tampak bahagia melihat pelanggannya. Sesekali menyapa dan bertanya bagaimana dengan masakannya.

Enak-kurang apa atau tambah nasinya tidak? Tentunya itu diucapkannya dengan bahasa Jawa dengan logat khasnya. Mayoritas berkata sangat puas dengan masakannya.

Ada pula yang membalas sapaan Sumami dengan mengatakan jika hanya ada satu kelemahan dari masakannya, yaitu harus dibayar. Jika semua makanan yang disajikannya gratis, jelas itu akan jadi kebahagiaan kombo yang pelanggan itu rasakan. Dia memang tampak akrab dengan Sumami, bisa jadi warga setempat atau pelanggan tetapnya.

Primadona Pantura...

Komentar

Jateng Terkini