Rabu, 19 November 2025

Setengah yakin, Ia dan suaminya pun mulai merencanakan akan berjualan apa dan akan berlokasi di mana. Mengingat tempat tinggalnya yang dulu berada di tanah yang entah berlokasi di mana. Maksudnya, adalah wilayah yang sepi dan jarang sekali orang berhenti.

Wajar saja, kanan kirinya adalah sawah. Suara air lebih berisik waktu itu ketimbang suara kendaraan. Tapi di tengah kondisi seperti itu, tekanan ekonomi membuat Sumami dan Imam nekat dan akhirnya membulatkan tekad.

Pojokan jalan yang tak jauh dari rumah mereka dipilih sebagai lokasi warung pertama mereka. Pecaya tidak percaya, modal mereka hanya tiga setengah juta rupiah saja. Di tahun 2012, nominal tersebut tergolong kecil untuk sebuah modal usaha yang membutuhkan properti.

Sumami dan Imam tak hilang asa. Rp 500 ribu adalah modal untuk bahan baku makanan. Rp 3 juta sisanya, untuk membangun warung yang terbuat dari bambu. Kata Sumami, suaminya sendiri yang mengurusi.

Ya membeli bambu, membawa dengan sepeda motor lamanya dan membuat warung dari bambu yang menjadi titik awal perjalanan baru mereka itu. Sendiri, tak ada yang membantu karena tak ada dana untuk membayar jasa angkut atau pertukangan.

”Segitu ya dapatnya cuma bambu mas, benar-benar semuanya bambu sudah, tempatnya sempit dan kalau dibilang nggak layak, saya nggak tersinggung. Karena kenyataannya seperti itu, tapi itu hasil kerja keras bapak, dia sendiri yang buat, seorang diri, jadi tetap senang,” kata Sumami melanjutkan ceritanya.

Menu perdananya saat jualan pada tahun 2012 itu hanyalah gulai sapi dan soto sapi. Sehari dua hari, dagangan mereka belum laku dan bahkan merugi. Namun Mia, sapaan akrab Sumami tidak mau menyerah.

Hari-hari selanjutnya, memang masih berat. Apalagi dengan kondisi yang mengharuskannya wira-wiri dari rumah ke warung. Maklum saja, warung mereka sempit dan bila butuh masak lagi, Ia harus Kembali ke rumah dan memasak di ruangan sepetak yang juga menjadi tempat istirahatnya. Tapi Sumami tidak mau menyerah.

”Pokoknya zaman-zaman nggak enak. Tapi Alhamdulillah kita jualan rugi sekali dua kali. Setelahnya masuk bisa naik lagi, untung. Pokoknya tiap hari semangat buat belanja. Saya jualan pagi, siang saya ke pasar. Semua sendiri, zaman gak enak itu, sekarang merasakan madunya (hasilnya),” sambung Sumami.

Titik balik pertama... 

Komentar

Jateng Terkini

Terpopuler