Pranti, salah satu warga Banyuroto mengatakan, sebelum memiliki digester biogas, setiap bulan sedikitnya tiga kali mengisi ulang elpiji untuk kebutuhan memasak.
”Sekarang gratis pakai biogas. Perawatannya juga gampang,” katanya.
Keamanan juga menjadi alasan Pranti mau menerima bantuan pembuatan digester biogas yang ditawarkan pemerintah Desa Banyuroto.
”Aman kok. Umpama terjadi kebocoran pipa atau kompor, paling hanya bau. Tidak ada api menyambar,” terangnya.
Murianews, Magelang – Adanya kelangkaan elpiji yang sempat terjadi beberapa waktu lalu bikin pusing masyarakat. Namun, kondisi ini tak berpengaruh buat Warga Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Magelang, Jawa Tengah.
Pasalnya, warga sehari-hari menggunakan biogas dari kotoran sapi untuk kebutuhan rumah tangga. Biogas ini merupakan bahan bakar alternatif yang tidak bergantung pada energi fosil.
Pemerintah Desa Banyuroto memulai program pembuatan digester biogas untuk warga sekitar tahun 2008. Saat itu mereka menerima bantuan dana dan teknis dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah.
Program biogas untuk warga sempat macet karena terkendala biaya pembuatan digester yang mahal. Untuk membuat digester ukuran delapan kubik dibutuhkan biaya sebesar Rp 15 juta.
Pemerintah Desa Banyuroto kemudian mengajukan kembali bantuan ke Dinas ESDM Jawa Tengah dan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang.
”Paling cepat itu 2021. Desa bekerja sama dengan Yayasan Rumah Energi. Kami ada anggaran dari Dana Desa dengan plot untuk kegiatan pemberdayaan energi,” kata Kepala Desa Bayuroto Yanto, dilansir dari laman Pemkab Magelang.
Yanto membuat terobosan membiayai pembuatan digester secara patungan sehingga tidak membebani warga maupun pemerintah.
Pembuatan satu unit digester ukuran enam kubik, ditanggung bersama desa sebesar Rp 5 juta, Yayasan Rumah Energi Rp 3 juta, dan kekurangan untuk biaya tukang dipenuhi oleh warga penerima.
Dapat Penghargaan Kementerian Lingkungan Hidup...
”Dana Desa bisa kami gunakan untuk pemberdayaan energi. Kami alokasikan anggaran untuk pembuatan biogas di masyarakat. Agar masyarakat punya rasa hadarbeni atau rasa memiliki,” terang Yanto.
Program pembuatan digester biogas secara patungan terus berkembang hingga saat ini. Dari semula hanya ada delapan unit digester di 2019, saat ini terdapat 57 unit digester yang tersebar di semua dusun.
Banyuroto juga memiliki dua unit digester ukuran 20 kubik yang dipakai untuk sistem kandang komunal. Biogas yang dihasilkan cukup untuk memenuhi kebutuhan dapur lima sampai enam kepala keluarga.
”Kami menargetkan sampai 2027 paling tidak ada 100 unit digester. Entah nanti memohon bantuan dari dinas, menggunakan dana desa atau bantuan dari pemerintah pusat,” harapnya.
Target itu tidak berlebihan, mengingat warga Banyuroto rata-rata memelihara sapi. Sebelum ada wabah penyakit mulut dan kuku, jumlah ternak sapi diperkirakan mencapai 1.000 ekor.
Untuk mencapai target pembuatan 100 unit digester setidaknya dibutuhkan 200 ekor sapi. Dengan perkiraan satu unit digester biogas ukuran enam kubik, cukup mendapat kotoran dari dua ekor sapi.
Upaya Desa Banyuroto menggerakkan penggunaan biogas, diganjar penghargaan Proklim Lestari dari Kementerian Lingkungan Hidup. Desa ini dianggap berhasil melakukan upaya pengendalian perubahan iklim.
Tak Pusing Elpiji Langka...
Pranti, salah satu warga Banyuroto mengatakan, sebelum memiliki digester biogas, setiap bulan sedikitnya tiga kali mengisi ulang elpiji untuk kebutuhan memasak.
”Sekarang gratis pakai biogas. Perawatannya juga gampang,” katanya.
Keamanan juga menjadi alasan Pranti mau menerima bantuan pembuatan digester biogas yang ditawarkan pemerintah Desa Banyuroto.
”Aman kok. Umpama terjadi kebocoran pipa atau kompor, paling hanya bau. Tidak ada api menyambar,” terangnya.