Sementara itu, pakar transportasi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Budi Yulianto, sepakat aturan tentang kendaraan ODOL harus segera ditegakkan.
Bahkan, menurut dia penegakannya harus tegas jika ingin jalanan di Tanah Air bebas dari kendaraan ODOL untuk menciptakan transportasi yang berkeselamatan. Sebab, keberadaan kendaraan ODOL selama ini secara nyata telah meningkatkan risiko lakalantas.
Lakalantas di jalan raya Magelang-Purworejo, tepatnya di Desa Kalijambe, Kecamatan Bener, Purworejo yang mengakibatkan 12 orang meninggal dunia, 7 Mei 2025 lalu, menjadi bukti.
Saat itu, dump truck yang diduga muatannya berlebih mengalami rem blong sehingga lajunya tak terkendali dan oleng. Sampai akhirnya dump truck itu menimpa mobil berpenumpang 14 orang yang berada di tepi jalan.
Sebanyak 10 penumpang, sopir mobil, serta sopir dump truck meninggal dunia dalam peristiwa itu.
Budi menyebut, kasus lakalantas yang melibatkan angkutan barang yang di dalamnya terdapat kendaraan ODOL tergolong tinggi, yakni 17%. Jumlah itu berada di nomor dua setelah kasus lakalantas yang melibatkan sepeda motor yakni 70%.
”Persentase ini (kasus lakalantas kendaraan angkutan barang) sangat besar karena karakteristik angkutan barang ini beda dengan kendaraan lain. Dimensinya besar, kecepatannya juga berpengaruh terhadap ruas jalan yang ada,” imbuh Ketua Riset Group Sustainable Transportation itu, saat ditemui di Kampus UNS, Rabu (27/8/2025).
Kendaraan ODOL juga berpotensi merusak benda-benda di sekitar jalan yang dilalui.
”Jika muatan terlalu tinggi misalnya, maka berpotensi merusak benda-benda yang dilewatinya, seperti gawang pengaman jembatan/rel kereta api, kabel listrik, atau tersangkut di lorong yang ketinggiannya terbatas,” ucap dosen Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik.
Murianews, Magelang – Demi keselamatan pengguna jalan, penegakan aturan kendaraan lebih dimensi dan muatan atau over dimension and over load (ODOL) pada 2027 menjadi keharusan.
Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagundhi mengatakan Zero ODOL harus bisa diwujudkan pada 2027. Dia menilai penundaan dapat memperpanjang daftar korban kecelakaan lalu lintas (lakalantas) yang melibatkan kendaraan ODOL.
Apalagi kendaraan lebih dimensi dan muatan di jalanan menjadi salah satu faktor pemicu utama terjadinya kecelakaan lalu lintas.
”Jika kita menunda (penegakan aturan kendaraan ODOL) maka semakin memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan-kecelakaan. Jadi, kita harus punya komitmen yang kuat bahwa kendaraan ODOL ini harus kita zero-kan pada 2027,” tutur Menhub, belum lama ini.
Sebagai informasi, ODOL merujuk pada kendaraan yang dimensi dan muatannya berlebih. Lebih dimensi merupakan kendaraan yang ukurannya diubah sehingga melebihi standar yang telah ditetapkan.
Sedangkan, lebih muatan adalah kendaraan yang mengangkut barang melebihi kapasitas yang ditetapkan.
Regulasi tentang kendaraan ODOL diatur pada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Kemudian PP Nomor 55 Tahun 2012 yang menegaskan tentang kewajiban uji tipe, uji laik jalan, serta sanksi terhadap pelanggaran teknis kendaraan.
Selain itu, Permenhub Nomor 32 Tahun 2014 mengatur tentang Batas Dimensi dan Berat Kendaraan Bermotor.
Selanjutnya, Permenhub Nomor 72 Tahun 2019 tentang Batas Muatan dan Dimensi Kendaraan Angkutan Barang.
Berikutnya, Permenhub Nomor 60 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor di Jalan. Aturan ini mengatur tahapan penegakan hukum terhadap kendaraan ODOL.
Ada juga Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. KP.4413/AJ.307/DRJD/2020, yang secara rinci mengatur mengenai dimensi kendaraan angkutan barang yang diizinkan.

Ke depan pemerintah akan menerbitkan aturan baru, yakni Peraturan Presiden (Perpres) tentang Penguatan Logistik Nasional yang mencakup implementasi kebijakan Zero ODOL.
Dudy memahami penerapan aturan tentang kendaraan ODOL akan berdampak secara ekonomi para sopir atau pengusaha angkutan. Namun, dia menilai dampak terhadap keselamatan pengguna jalan jauh lebih penting diperhatikan.
Menhub menegaskan penanganan truk ODOL bukan hanya tugas Kemenhub. Diperlukan kerja sama lintas instansi, seperti asosiasi pengusaha truk, pengelola jalan tol, kepolisian, dan pemerintah daerah. Dengan strategi kolaboratif, pengawasan, dan penegakan aturan dapat dilakukan lebih efektif.
”Kami bisa memahami apa yang menjadi kekhawatiran dari para pengemudi. Tetapi kami juga harus bisa memahami apa yang terjadi pada masyarakat dengan hilangnya nyawa yang cukup banyak. Ini yang menjadi concern utama kami, yaitu keselamatan. Karena satu nyawa sudah terlalu banyak untuk menjadi korban,” imbuh Menhub.
Transportasi Berkeselamatan
Sementara itu, pakar transportasi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Budi Yulianto, sepakat aturan tentang kendaraan ODOL harus segera ditegakkan.
Bahkan, menurut dia penegakannya harus tegas jika ingin jalanan di Tanah Air bebas dari kendaraan ODOL untuk menciptakan transportasi yang berkeselamatan. Sebab, keberadaan kendaraan ODOL selama ini secara nyata telah meningkatkan risiko lakalantas.
Lakalantas di jalan raya Magelang-Purworejo, tepatnya di Desa Kalijambe, Kecamatan Bener, Purworejo yang mengakibatkan 12 orang meninggal dunia, 7 Mei 2025 lalu, menjadi bukti.
Saat itu, dump truck yang diduga muatannya berlebih mengalami rem blong sehingga lajunya tak terkendali dan oleng. Sampai akhirnya dump truck itu menimpa mobil berpenumpang 14 orang yang berada di tepi jalan.
Sebanyak 10 penumpang, sopir mobil, serta sopir dump truck meninggal dunia dalam peristiwa itu.
Budi menyebut, kasus lakalantas yang melibatkan angkutan barang yang di dalamnya terdapat kendaraan ODOL tergolong tinggi, yakni 17%. Jumlah itu berada di nomor dua setelah kasus lakalantas yang melibatkan sepeda motor yakni 70%.
”Persentase ini (kasus lakalantas kendaraan angkutan barang) sangat besar karena karakteristik angkutan barang ini beda dengan kendaraan lain. Dimensinya besar, kecepatannya juga berpengaruh terhadap ruas jalan yang ada,” imbuh Ketua Riset Group Sustainable Transportation itu, saat ditemui di Kampus UNS, Rabu (27/8/2025).

Kendaraan ODOL juga berpotensi merusak benda-benda di sekitar jalan yang dilalui.
”Jika muatan terlalu tinggi misalnya, maka berpotensi merusak benda-benda yang dilewatinya, seperti gawang pengaman jembatan/rel kereta api, kabel listrik, atau tersangkut di lorong yang ketinggiannya terbatas,” ucap dosen Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik.
Dia melanjutkan, kendaraan ODOL juga meningkatkan kerusakan infrastruktur jalan. Padahal, pemerintah telah mengatur kelas jalan sesuai muatan sumbu terberat (MST), dengan pengaturan jalan kelas I MST 10 ton, jalan kelas II MST 8 ton, dan jalan kelas III MST 8 ton.
”Misalnya jalan kelas III 3 itu kan MST 8 ton. Apabila beban truk yang melintas ruas jalan itu melebihi dari MST yang ditentukan, jalan bisa lebih cepat rusak,” ujar Budi.
Dia mencatat, kendaraan ODOL mempercepat umur jalan sebesar 15% hingga 60%. Misalnya, jalan yang seharusnya mampu berumur 10 tahun bisa cepat rusak jika dilalui kendaraan dengan beban yang tidak sesuai dengan kelas jalan.
Kondisi ini memaksa pemerintah mengeluarkan anggaran besar untuk merawat atau memperbaiki kerusakan jalan. Berdasar data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), biaya perawatan/perbaikan jalan, baik jalan tol maupun jalan non-tol, mencapai Rp 44 triliun per tahun. Kemudian, biaya yang timbul akibat kemacetan tercatat Rp 56 triliun.
Intelligent Transport System
Budi menginformasikan, upaya penegakan aturan tentang kendaraan ODOL pernah dilakukan pada 2009. Setelah itu, penanganan ODOL dimulai di jalan tol pada 2017. Kemudian pada 2021, dibuat konsep-konsep penanganan ODOL yang masuk ke jalan tol.
Selanjutnya pada 2023 dan 2025 ini kembali didorong untuk mewujudkan zero ODOL pada pada 2027.
Untuk menuju cita-cita tersebut, Budi menilai para stakeholders harus duduk bersama membuat konsep agar bisa konsisten dalam melaksanakan tugas sesuai bidang masing-masing.
Stakeholders ini antara lain Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian PUPR, Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Polri, pemerintah daerah, pelaku usaha logistik, dan asosiasi sopir.
”Yang juga perlu dilakukan adalah menggunakan teknologi pengendalian, pengawasan. Penegakan hukum juga harus sudah terdigitalisasi. Di negara-negara maju sudah menerapkan teknologi intelligent transport system yang mengakomodasi masalah transportasi, mulai dari pencatatan hingga penegakan hukumnya,” tukas Budi.
Dia melanjutkan, pemanfaatan teknologi sudah menjadi perhatian pemerintah dalam menekan pelanggaran ODOL. Salah satunya melalui pemanfaatan Weight in Motion (WIM). WIM merupakan sistem yang digunakan untuk mengukur beban kendaraan dalam kondisi bergerak.
Dengan begitu, kendaraan ODOL dapat dicegah karena terdeteksi secara real time saat kendaraan melintas.
Mengintegrasikan data-data pengiriman juga seharusnya sudah mulai diterapkan untuk memudahkan pengawasan sejak dimulainya rencana pengangkutan.
”Terkait dengan freight management (manajemen kargo), data-data terkait angkutan barang yang berada di jaringan itu harus terdata semuanya, mulai dari origin (asal mula), destination (tujuan), berat, dan sebagainya itu bisa diatur sedemikian rupa. Sebenarnya teknologinya sudah ada, hanya memang kita harus tetap menyesuaikan karakteristik di Indonesia,” imbuh Budi.