Selain dari pihak sekolah, sopir dump truck, Ladis, 48, turut menjadi korban meninggal dunia setelah sempat dirawat di rumah sakit.
Total korban meninggal dunia dari insiden tersebut ada 12 orang. Duka yang sama juga dirasakan pula oleh keluarga mendiang Ladis.
Wajah muram terlihat dari satu siswa bernama Intan. Dia terlihat lebih banyak menundukkan kepala. Ketika ditanya, dia tak mampu berkata-kata.
Dia seperti sedang berusaha tegar sembari menahan air mata. Dia memegang foto Almarhumah Nely Tsuraya, yang ternyata ibunya. Almarhumah meninggalkan dua anak, yang semuanya bersekolah di SD tempatnya mengajar semasa hidup itu.
Sama seperti Intan, Puji Astuti (50) dan Hamam Saefudin (65) juga merasakan duka mendalam. Mereka adalah orang tua dari Almarhumah Finna Mukarromah, penghafal Al-Qur’an yang turut menjadi korban kecelakaan tragis itu.
Puji tak kuasa menahan sesak di dada ketika ditanya tentang sosok anak pertamanya itu. Air matanya bercucuran. Puji terus berusaha membendungnya dengan mengusapnya memakai jilbab cokelat yang dipakainya.
Hamam yang duduk di sampingnya berusaha tenang. Ngafifatul Waro (23), adik dari almarhumah Finna, yang menemani mereka turut tenggelam dalam keharuan.
”Finna adalah anak yang baik, rajin, penurut, dan periang. Dia juga tidak pernah pergi ke mana-mana. Sehabis pulang dari mengajar di sekolah, dia sering mengajar privat tahfiz [menghafal Al-Qur’an] Qur’an anak-anak,” ucap Hamam di rumah sederhananya di Dusun Kawiran, Desa Rambeanak, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.
Murianews, Magelang – Kesedihan yang dirasakan keluarga karena kehilangan orang tercinta akibat kecelakaan maut yang melibatkan kendaraan over dimension and over load (ODOL) di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, 1 Mei 2025 lalu, hingga kini belum sepenuhnya reda.
Tangisan 12 keluarga yang ditinggalkan menjadi pesan betapa bahayanya kendaraan ODOL di jalanan bagi pengguna jalan.
Keluarga korban membagi kisah hidup mereka yang berubah setelah kehilangan tulang punggung keluarga akibat kecelakaan tragis itu. Berikut kisah mereka.
Suasana sedih sendu tiba-tiba menyelimuti SD Islam Tahfidz Qur'an As Syafi'iyah Mendut, Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (1/9/2025) pagi.
Suasana semakin haru ketika 10 siswa kelas VI yang masing-masing menunjukkan foto guru mereka yang telah meninggal dunia.
Momen tersebut mengingatkan lagi kejadian pada 7 Mei 2025 ketika kabar duka itu datang. Pada hari tersebut, 10 guru dan satu sopir mobil operasional sekolah meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas yang melibatkan dump truck pasir bermuatan berlebih di jalan raya Magelang-Purworejo, Desa Kalijambe, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah.
Guru yang menjadi korban meninggal dunia akibat insiden itu ada Aulia Anggi Praktiwi (26), Divya Kreswinnanda (25), Isna Hayati (27), Naely Nur Sadiyah (23), dan Finna Mukarromah (28).
Selain itu, Nely Tsuraya (37), Melani Septiani (26), Naqi Umi Rohmah (27), Siti Khur Fathonah (27), Hesti Nurngaini Rahayu (24) dan Edy Sunaryo (71), yang merupakan sopir mobil sekolah.
Selain dari pihak sekolah, sopir dump truck, Ladis, 48, turut menjadi korban meninggal dunia setelah sempat dirawat di rumah sakit.
Total korban meninggal dunia dari insiden tersebut ada 12 orang. Duka yang sama juga dirasakan pula oleh keluarga mendiang Ladis.
Siswa menunjukkan foto-foto guru yang telah meninggal dunia di sekolah mereka SD Islam Tahfidz Qur’an As Syafi’iyah Mendut, Mungkid, Kabupaten Magelang, Senin (1/9/2025). (Murianews/Istimewa)
Wajah muram terlihat dari satu siswa bernama Intan. Dia terlihat lebih banyak menundukkan kepala. Ketika ditanya, dia tak mampu berkata-kata.
Dia seperti sedang berusaha tegar sembari menahan air mata. Dia memegang foto Almarhumah Nely Tsuraya, yang ternyata ibunya. Almarhumah meninggalkan dua anak, yang semuanya bersekolah di SD tempatnya mengajar semasa hidup itu.
Sama seperti Intan, Puji Astuti (50) dan Hamam Saefudin (65) juga merasakan duka mendalam. Mereka adalah orang tua dari Almarhumah Finna Mukarromah, penghafal Al-Qur’an yang turut menjadi korban kecelakaan tragis itu.
Puji tak kuasa menahan sesak di dada ketika ditanya tentang sosok anak pertamanya itu. Air matanya bercucuran. Puji terus berusaha membendungnya dengan mengusapnya memakai jilbab cokelat yang dipakainya.
Hamam yang duduk di sampingnya berusaha tenang. Ngafifatul Waro (23), adik dari almarhumah Finna, yang menemani mereka turut tenggelam dalam keharuan.
”Finna adalah anak yang baik, rajin, penurut, dan periang. Dia juga tidak pernah pergi ke mana-mana. Sehabis pulang dari mengajar di sekolah, dia sering mengajar privat tahfiz [menghafal Al-Qur’an] Qur’an anak-anak,” ucap Hamam di rumah sederhananya di Dusun Kawiran, Desa Rambeanak, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.
Ziarah Menjadi Rutinitas Baru
Hingga saat ini Puji masih sering menangis ketika ada orang yang menyinggung tentang Finna. Dia tak pernah berhenti mendoakannya dalam setiap sujud. Puji juga berziarah ke makam Finna yang tidak jauh dari rumah, setiap pagi. Selain untuk mendoakannya, hal itu dilakukan untuk melepas kerinduan kepada anak yang selama ini menjadi tumpuan hidup keluarga itu.
”Di makam saya berdoa semoga Finna diberi ampunan atas kesalahan-kesalahannya, diterima amalnya, dan mendapat tempat di surga,” ulas Puji sambil menyeka air matanya.
Ngafifatul Waro, 23, ziarah di makam kakaknya, Finna Mukarromah, di Dusun Kawiran, Desa Rambeanak, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Senin (1/9/2025). (Murianews/Istimewa)
Adik kandung almarhumah Finna, Waro, begitu dia biasa disapa, bercerita banyak mengenai perjuangan kakaknya dalam menghidupi keluarga selama ini.
Waro mengisahkan Finna menjadi satu-satunya harapan di tengah keterbatasan ekonomi keluarga. Bapaknya, Hamam, sudah lama tidak bisa bekerja seiring kondisi kesehatannya yang menurun karena sakit sejak beberapa tahun silam. Sedangkan, ibunya, Puji, sebagai ibu rumah tangga tak bisa berbuat banyak.
Alhasil, Finna menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai guru tahfidz di SD Islam Tahfidz Qur’an As Syafi’iyah. Selain menghidupi keluarga, Finna juga menanggung biaya kuliah Waro di salah satu perguruan tinggi di Magelang.
”Kenangan yang tak bisa saya lupakan itu saat menjelang saya wisuda. Waktu itu Mbak Finna sangat semangat. Dia yang justru mempersiapkan wisuda saya. Ikut mengurus persiapan wisuda di kampus, mengarahkan saya agar ke MUA (makeup artist). Setelah wisuda saya melamar bekerja di beberapa perusahaan di Bogor,” kata Waro.
Saat di Bogor untuk menunggu panggilan kerja itu, kabar duka tentang kematian Finna menghampiri Waro melalui Whatsapp (WA). Dia bergegas pulang ke Magelang untuk pertemuan terakhir dengan kakak tercintanya yang sudah menjadi jenazah.
”Mbak Finna sejak kecil sampai dewasa selalu belajar agama Islam. Dia juga pernah mondok (menimba ilmu di pondok pesantren). Sampai akhirnya bisa tahfiz. Setelah itu dia mengajar tahfiz di SD Islam Tahfidz Qur’an As Syafi’iyah,” imbuh Waro.
Kini Waro menggantikan peran Finna. Beberapa pekan sejak Finna meninggal, Waro belum bekerja. Lalu oleh Ketua Yayasan As Syafi’iyah, Habib Muhsin Syafingi, ia ditawari bekerja di SD tempat Finna mengajar. Namun, saat itu Waro tak langsung menerimanya karena khawatir akan terus bersedih. Sebab, bekerja di sekolah itu tentu akan terus mengingatkannya kepada mendiang kakaknya.
Sampai akhirnya Waro menerima tawaran itu setelah bapaknya mendorongnya agar bekerja di sekolah tersebut. Waro bekerja di SD Islam Tahfidz Qur’an As Syafi’iyah sebagai tenaga kependidikan (tendik) sejak 7 Juli 2025.
Tindakan Tegas
Waro telah mengikhlaskan kepergian Finna. Namun, ada yang mengganjal di hati Waro. Dia dan orang tuanya masih menunggu pertanggungjawaban dari pihak yang memang harus bertanggung jawab atas meninggalnya korban kecelakaan maut di Purworejo.
Waro menyebut, kecelakaan seperti yang menimpa para guru SD Islam Tahfidz Qur’an As Syafi’iyah tidak akan terjadi jika semua pengguna jalan mematuhi aturan, termasuk kendaraan berat. Oleh karena itu, dia berharap, pihak terkait menindak tegas kendaraan yang melanggar aturan, seperti kendaraan yang dimensinya berlebih dan bermuatan berlebih.
”Untuk pemilik dan pengemudi kendaraan yang bermuatan berlebih, yang di jalan itu bukan kalian saja. Yang punya jalan itu bukan kalian saja, tetapi ada banyak pengendara lain, ada banyak orang lain di situ,” ucap Waro.
Sementara itu, Ketua Yayasan As Syafiiyah Habib Muhsin Syafingi mengatakan, para guru yang menjadi korban meninggal dunia akibat kecelakaan itu kebanyakan berasal dari keluarga yang secara ekonomi terbatas. Beberapa dari mereka menjadi tulang punggung keluarga. Mereka harus menghidupi orang tua, adik-adiknya yang masih sekolah atau kuliah, bahkan ada yang menjadi orang tua tunggal karena telah ditinggalkan suami. Jadi, saat ini ada anak yang menjadi yatim piatu.
Ketua Yayasan As Syafi’iyah Magelang Habib Muhsin Syafingi. (Murianews/Istimewa)
”Bisa dibayangkan bagaimana kondisi psikologi anak-anaknya. Baru dua tahun ayahnya meninggal, sekarang ibunya menyusul meninggal. Dua anak ini menjadi murid di sekolah kami, mereka duduk di kelas II dan kelas VI,” kata Habib.
Baru Menikah 17 Hari
Selain itu, ada almarhumah yang baru 17 hari menikah. Ada juga di antara para almarhumah yang memiliki ibu dengan kondisi keterbelakangan mental dan adik berkebutuhan khusus. Selama ini, ustazah tersebut yang merawat dan membiayai keluarganya.
”Setelah ustazah ini meninggal, alhamdulilah ada keluarganya di luar kota yang mau kembali ke kampung halaman untuk merawat orang tua dan adik yang ditinggalkan almarhumah,” ujar Habib.
Dia melanjutkan, sekolah yang dikelolanya kini melakukan beberapa pembiasaan baru untuk mendoakan para korban meninggal dunia. Sekolah mengheningkan cipta dan membaca Al Fatihah setiap upacara hari Senin.
”Setiap hari sebelum mulai pembelajaran anak-anak berdoa bersama untuk semua almarhumah dan untuk keselamatan semua warga sekolah. Kami juga melakukan badal haji bagi semua almarhumah ustazah. Ada juga salah satu orang tua siswa kami yang melakukan badal umrah bagi mereka,” imbuhnya.
Habib berharap, ke depan jalan semakin aman bagi semua orang, sehingga tidak ada lagi kecelakaan maut seperti di Purworejo. Menurut dia, kecelakaan lalu lintas sering kali menimbulkan korban dan menyisakan kesedihan serta kesusahan bagi keluarga korban yang ditinggalkan.
Dia berharap, peristiwa tragis di Purworejo menjadi pembelajaran bagi pihak atau pemangku kepentingan terkait untuk memperbaiki tata kelola transportasi darat. Dia juga meminta pihak-pihak yang diberi tugas oleh negara untuk menegakkan regulasi dapat melaksanakan tanggung jawabnya dengan penuh amanah.
”Kami berharap kecelakaan itu menjadi peristiwa terakhir. Semoga ke depan ada perbaikan tata kelola transportasi darat,” ulas Habib.
Tugas Bersama
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam keterangan tertulis menyampaikan penanganan truk ODOL bukan hanya tugas Kemenhub. Diperlukan kerja sama lintas instansi, seperti asosiasi pengusaha truk, pengelola jalan tol, kepolisian, dan pemerintah daerah. Dengan strategi kolaboratif, pengawasan, dan penegakan aturan dapat dilakukan lebih efektif.
Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi (Istimewa/dephub.go.id)
Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi telah menyiapkan beberapa langkah yang akan dilakukan bersama seluruh stakeholders, termasuk Korlantas Polri dan Jasa Marga, antara lain sosialisasi untuk mengingatkan kembali para stakeholders terkait komitmen zero ODOL, pengumpulan data truk ODOL yang melibatkan Jasa Marga, serta penindakan yang akan dilakukan oleh pihak Kepolisian.
”Tahap sosialisasi terus dilakukan, sudah berlangsung sejak awal Juni. Kami juga akan terus melakukan evaluasi. Sejauh ini, polisi dan Jasa Marga sangat mendukung aksi yang kami lakukan,” ungkap Menhub. (nad)