Keduanya yakni, mantan Sekda Klaten Joko Sawaldi dan Sekda saat ini, Jajang Prihono. Mereka telah ditetapkan tersangka bersama Direktur PT Matahari Makmur Sejahtera JFS dan mantan Kabid Perdagangan Dinas Koperasi UMK Perdagangan Klaten, DS.
Joko Sawaldi merupakan Sekda Klaten pada periode 2016 hingga 2021. Sementara Jajang Prihono, menjabat Sekda Klaten sejak 2022 hingga saat ini.
Asisten Pidana Khusus Kejati Jawa Tengah, Lukas Alexander Sinuraya mengungkapkan, kerugian negara dari dugaan korupsi Plaza Klaten itu lebih dari Rp 6,8 miliar. Perkara itu terkait pengelolaan sewa Plaza Klaten pada periode 2019-2022.
”Berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Negara (BPK RI) kerugian negara dalam perkara ini sebesar Rp 6.887.025.338,90,” katanya seperti dikutip dari Detik.com, Kamis (28/8/2025).
Dalam kasus ini, dua Sekda tersebut berperan memproses Perjanjian Sewa Menyewa tanpa melalui proses pemilihan mitra sebagaimana mestinya dan dengan klausul yang tak menguntungkan Pemkab Klaten.
Keduanya pun turut menerima sejumlah uang dalam perkara tersebut. Hanya, Lukas belum menyebutkan nilainya.
”Iya ada (menerima),” tegasnya.
Murianews, Klaten – Kasus dugaan korupsi Plaza Klaten yang ditangani Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah menyeret dua sekretaris daerah (Sekda) Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Keduanya yakni, mantan Sekda Klaten Joko Sawaldi dan Sekda saat ini, Jajang Prihono. Mereka telah ditetapkan tersangka bersama Direktur PT Matahari Makmur Sejahtera JFS dan mantan Kabid Perdagangan Dinas Koperasi UMK Perdagangan Klaten, DS.
Joko Sawaldi merupakan Sekda Klaten pada periode 2016 hingga 2021. Sementara Jajang Prihono, menjabat Sekda Klaten sejak 2022 hingga saat ini.
Asisten Pidana Khusus Kejati Jawa Tengah, Lukas Alexander Sinuraya mengungkapkan, kerugian negara dari dugaan korupsi Plaza Klaten itu lebih dari Rp 6,8 miliar. Perkara itu terkait pengelolaan sewa Plaza Klaten pada periode 2019-2022.
”Berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Negara (BPK RI) kerugian negara dalam perkara ini sebesar Rp 6.887.025.338,90,” katanya seperti dikutip dari Detik.com, Kamis (28/8/2025).
Dalam kasus ini, dua Sekda tersebut berperan memproses Perjanjian Sewa Menyewa tanpa melalui proses pemilihan mitra sebagaimana mestinya dan dengan klausul yang tak menguntungkan Pemkab Klaten.
Keduanya pun turut menerima sejumlah uang dalam perkara tersebut. Hanya, Lukas belum menyebutkan nilainya.
”Iya ada (menerima),” tegasnya.
Modusnya...
Diketahui, Plaza Klaten dibangun dari kerja sama Pemkab Klaten dengan PT IGSP pada 1989. Kerja sama itu berakhir setelah 25 tahun atau 22 April 2018. Tanah dan bangunan kemudian dikembalikan pada Pemkab Klaten.
Kemudian, pada periode 2019-2022, Plaza Klaten dikelola Pemkab Klaten. Namun, dalam pelaksanaannya dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam pengelolaan seharusnya dilakukan dengan perjanjian sewa yang diikat sesuai perjanjian kerja sama dan pemilihan rekanan dilakukan melalui lelang terbuka. Namun dalam perkara itu justru ada penujukan kepada PT MMS untuk mengelola.
”Selanjutnya oleh JFS disewakan lagi kepada pihak ketiga PT Matahari Departement Store, PT Pesona Klaten Persada (PKP) dan PT MPP. Dalam kurun waktu 2019-2022, hasil uang sewa tersebut sebesar Rp 14.249.387.533 dan masuk kas daerah hanya sebesar Rp 3.967.719.459. Sedangkan sisanya tidak disetor sebesar Rp 10.281.668.074, sehingga merugikan negara dalam hal ini Pemda Klaten,” kata Kasi Penkum Kejati Jateng, Arfan Triono, (23/6/2025) lalu.
Saat itu perhitungan oleh BPK RI terus dilakukan untuk mengetahui pasti kerugian Pemkab Klaten dalam perkara itu. Kerugian dari kasus korupsi Plaza Klaten ini ternyata mencapai Rp 6,8 miliar.