Joko dan Jajang berperan memproses Perjanjian Sewa Menyewa tanpa melalui proses pemilihan mitra sebagaimana mestinya dan dengan klausul yang tak menguntungkan Pemkab Klaten.
Keduanya pun turut menerima sejumlah uang dalam perkara tersebut. Hanya, Lukas belum menyebutkan nilainya.
”Iya ada (menerima),” tegasnya.
Kemudian, pada periode 2019-2022, Plaza Klaten dikelola Pemkab Klaten. Namun, dalam pelaksanaannya dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam pengelolaan seharusnya dilakukan dengan perjanjian sewa yang diikat sesuai perjanjian kerja sama dan pemilihan rekanan dilakukan melalui lelang terbuka. Namun dalam perkara itu justru ada penujukkan kepada PT MMS untuk mengelola.
Murianews, Klaten – Kerugian negara dari korupsi Plaza Klaten mengalami perubahan. Sebelumnya, dari kasus tersebut diperkirakan terdapat kerugian sebesar Rp 10.281.668.074.
Angka tersebut merupakan sisa hasil sewa yang tidak disetorkan ke kas daerah. Perkara korupsi Plaza Klaten ini, yakni penyelewengan pengelolaan sewa yang dilakukan pada periode 2019-2022.
Pada periode itu, diketahui hasil sewa dari Plaza Klaten sebesar Rp 14.249.387.533. Namun, yang masuk kas daerah hanya sebesar Rp 3.967.719.459.
Sedangkan sisanya tidak disetor sebesar Rp 10.281.668.074, sehingga merugikan negara dalam hal ini Pemda Klaten.
Namun, setelah dilakukan perhitungan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI, kerugian negara dalam perkara ini ”hanya” Rp 6.887.025.338,90.
”Berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Negara (BPK RI) kerugian negara dalam perkara ini sebesar Rp 6.887.025.338,90,” kata Asisten Pidana Khusus Kejati Jawa Tengah, Lukas Alexander Sinuraya seperti dikutip dari Detik.com, Kamis (28/8/2025).
Dalam perkara ini, pihaknya juga mengumumkan dua tersangka baru. Mereka yakni, Joko Sawaldi yang merupakan Sekda Klaten pada periode 2016 hingga 2021. Sementara Jajang Prihono, menjabat Sekda Klaten sejak 2022 hingga saat ini.
Sebelumnya, sudah ada dua tersangka dalam kasus ini, yakni Direktur PT Matahari Makmur Sejahtera (MMS) JFS dan mantan Kabid Perdagangan Dinas Koperasi UMK Perdagangan Klaten, DS.
Peran Dua Sekda...
Joko dan Jajang berperan memproses Perjanjian Sewa Menyewa tanpa melalui proses pemilihan mitra sebagaimana mestinya dan dengan klausul yang tak menguntungkan Pemkab Klaten.
Keduanya pun turut menerima sejumlah uang dalam perkara tersebut. Hanya, Lukas belum menyebutkan nilainya.
”Iya ada (menerima),” tegasnya.
Diketahui, Plaza Klaten dibangun dari kerja sama Pemkab Klaten dengan PT IGSP pada 1989. Kerja sama itu berakhir setelah 25 tahun atau 22 April 2018. Tanah dan bangunan kemudian dikembalikan pada Pemkab Klaten.
Kemudian, pada periode 2019-2022, Plaza Klaten dikelola Pemkab Klaten. Namun, dalam pelaksanaannya dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam pengelolaan seharusnya dilakukan dengan perjanjian sewa yang diikat sesuai perjanjian kerja sama dan pemilihan rekanan dilakukan melalui lelang terbuka. Namun dalam perkara itu justru ada penujukkan kepada PT MMS untuk mengelola.
Disewakan Kembali...
Namun oleh PT MMS, Plaza Klaten justru disewakan pada pihak ketiga yakni, PT Matahari Departement Store, PT Pesona Klaten Persada (PKP) dan PT MPP.
Dalam kurun waktu 2019-2022, hasil uang sewa tersebut sebesar Rp 14.249.387.533 dan masuk kas daerah hanya sebesar Rp 3.967.719.459.
”Sedangkan sisanya tidak disetor sebesar Rp 10.281.668.074, sehingga merugikan negara dalam hal ini Pemda Klaten,” kata Kasi Penkum Kejati Jateng, Arfan Triono, (23/6/2025) lalu.
Saat itu perhitungan oleh BPK RI terus dilakukan untuk mengetahui pasti kerugian Pemkab Klaten dalam perkara itu. Kerugiannya ternyata mencapai Rp 6,8 miliar.